Breaking News :
KanalLogoLogo
Kamis, 05 Juni 2025

Edukasi

Tren Tanpa Henti, Bumi Menjerit Sunyi Bumi Bukan Lemari

Reggina PingkanSenin, 02 Juni 2025 23:40 WIB
Tren Tanpa Henti, Bumi Menjerit Sunyi Bumi Bukan Lemari

image generate by openai

ratecard

Di balik outfit mirror selfie yang ramai di media sosial, bumi sedang menangis. Dunia fashion kini tak hanya bicara soal gaya, tapi juga soal bahaya. Fast fashion, yang menawarkan tren murah dan cepat, telah menjadi racun laten bagi planet ini. Setiap kaos katun yang kita beli bisa menghabiskan hingga 2.700 liter air cukup untuk memenuhi kebutuhan minum satu orang selama dua setengah tahun. Dan itu baru satu kaos.

United Nations Environment Programme (UNEP) menyebut industri fashion sebagai penyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon global, bahkan lebih besar dari gabungan sektor penerbangan internasional dan pelayaran. Setiap tahun, ada sekitar 92 juta ton limbah tekstil dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir. Tanpa intervensi, angka ini bisa melonjak menjadi 148 juta ton pada 2030, dan menyentuh angka 300 juta ton di tahun 2050. Limbah ini bukan hanya tak sedap dipandang mayoritasnya adalah serat sintetis seperti poliester yang butuh ratusan tahun untuk terurai, dan selama itu, mereka melepaskan mikroplastik ke lautan. Mikroplastik ini kemudian masuk ke tubuh ikan, dan akhirnya, ke tubuh manusia.

Di Indonesia, situasi tak kalah mengkhawatirkan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa limbah tekstil menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran sungai, terutama di wilayah industri padat seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun, yang menyedihkan adalah, kita tetap membeli. Baju-baju yang hanya dipakai sekali untuk konten, demi likes dan validasi digital, menumpuk dan akhirnya teronggok di lemari atau lebih parah, di TPA.

Menyadari urgensi ini, sekelompok mahasiswa dari Universitas Negeri Malang meluncurkan kampanye digital bertajuk #UpcycleYourStyle melalui akun TikTok @bumiowned. Kampanye ini bukan sekadar ajakan kosong, tapi gerakan kolektif yang mendorong Gen Z untuk bertransformasi dari konsumen pasif menjadi kreator gaya yang sadar lingkungan. Mereka mengangkat praktik upcycling, yaitu mengubah pakaian lama menjadi outfit baru yang lebih personal, kreatif, dan berkelanjutan.

Kontennya dikemas dengan gaya khas TikTok: cepat, padat, dan relatable. Dari humor “Bumi Bisa Nanya” yang menyentil sampai fakta tentang FOMO fashion yang mengajak refleksi, semua disajikan dengan visual menarik tanpa kehilangan esensi pesan. Bahkan, tokoh-tokoh pop culture seperti Lisa BLACKPINK dalam Met Gala 2025 pun dijadikan referensi untuk menyelipkan edukasi secara halus. Kampanye ini membuktikan bahwa isu lingkungan bisa dikemas dengan gaya kekinian, tanpa kehilangan kedalaman makna.

Responsnya cukup menggembirakan. Beberapa video mendapatkan engagement yang positif. Dua pengguna TikTok bahkan ikut serta dalam tantangan upcycle dan membagikan gaya mereka dengan tagar #UpcycleYourStyle. Meski engagement rate masih di angka 1,22%, kampanye ini berhasil memantik diskusi dan kesadaran awal di kalangan audiens muda. Sebuah langkah kecil yang penting dalam maraton panjang menuju fashion yang lebih bertanggung jawab.

Namun, tak semua berjalan mulus. Tantangan datang dari keterbatasan waktu produksi karena harus berbagi dengan aktivitas perkuliahan. Beberapa konten tidak mencapai ekspektasi penayangan karena algoritma TikTok yang fluktuatif. Meski begitu, tim tetap konsisten dengan strategi kreatif dan pesan kuat, serta terus mengadaptasi konten agar tidak terjebak dalam narasi yang menggurui. Karena pada akhirnya, perubahan tak datang dari ceramah, tapi dari percakapan yang membumi.

Yang menarik dari kampanye ini adalah upaya untuk membalikkan narasi dominan media sosial yang selama ini menjadi panggung utama fast fashion. Alih-alih memamerkan belanjaan baru, kampanye ini mengajak orang untuk memamerkan kreativitas dari yang lama. Dari tren instan menjadi gaya tahan lama. Dari kebiasaan membuang menjadi kebiasaan membangun.

BUMB, sebagai penggagas kampanye, memperlihatkan bahwa mahasiswa bukan hanya konsumen tren, tapi bisa menjadi produsen perubahan. Melalui platform yang mereka kenal dan cintai TikTok mereka menyuarakan keresahan bumi dengan cara yang bisa dicerna oleh generasinya sendiri. Tak muluk-muluk, tak menuding. Hanya ajakan sederhana: ayo pakai lagi, ayo ciptakan ulang, ayo pikir ulang.

Di tengah krisis iklim yang makin terasa dan krisis identitas fashion yang makin kabur, #UpcycleYourStyle menjadi pengingat bahwa gaya tak harus menyakiti. Bahwa kita bisa tetap trendi tanpa harus jadi beban bumi. Dan bahwa fashion, sejatinya, bukan soal seberapa sering kita beli, tapi seberapa berani kita peduli.

Sebab pada akhirnya, bumi bukan lemari tempat kita buang semua sisa gaya. Bumi adalah rumah. Dan rumah, semestinya dirawat, bukan dibebani oleh ego yang terus ingin terlihat baru.

Pilihan Untukmu