
JAKARTA - Cho Yong Gi, mahasiswa jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI), menjadi salah satu dari 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kericuhan demonstrasi peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025 di depan Gedung DPR/MPR RI. Penangkapan mahasiswa yang bertugas sebagai tim medis ini menuai protes karena terjadi saat ia sedang berupaya menolong peserta demo yang terluka.
Menurut kesaksian Cho Yong Gi di Mapolda Metro Jaya pada Selasa (3/6), kejadian bermula ketika ia dan tim medis lainnya hendak meninggalkan lokasi aksi melalui area Senayan Park di bawah flyover. Saat itu, ia mendengar teriakan warga yang meminta pertolongan untuk korban dengan luka di kepala. "Saya melihat empat sampai lima orang berjongkok di kolong flyover dengan kondisi bibir robek dan mengeluarkan darah. Sebagai tim medis, saya langsung menawarkan bantuan," ujar Cho Yong Gi.
Namun, niat baiknya justru berbalas kekerasan. Tak jauh dari lokasi, sekelompok orang mulai mengintimidasi Cho Yong Gi dengan teriakan, "Kamu ngapain di sini?" sebelum mendorongnya hingga jatuh. Keadaan semakin buruk ketika terdengar teriakan provokatif yang menuduhnya sebagai pelaku pelemparan. "Mereka langsung menangkap saya, membanting ke tanah, menjepit leher dengan dua orang, bahkan menginjak bagian leher saya," tutur mahasiswa UI itu.
Cho Yong Gi mengaku sempat mengalami pemukulan secara membabi buta sebelum seorang rekannya berhasil menghentikan aksi kekerasan tersebut. Setelah kejadian, ia dibawa menggunakan mobil tahanan ke Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Dosen tidak tetap UI, Taufik Basari, yang mendampingi Cho Yong Gi, menegaskan bahwa mahasiswanya saat itu jelas-jelas bertugas sebagai tim medis dengan atribut lengkap. "Cho Yong Gi menggunakan helm dengan lambang palang merah, membawa bendera tim medis, dan tas berisi perlengkapan medis," jelas Taufik.
Meski demikian, Polda Metro Jaya tetap menetapkan Cho Yong Gi sebagai tersangka bersama 13 orang lainnya. Mereka dijerat dengan Pasal 216 dan 218 KUHP tentang tidak menuruti perintah pembubaran dari aparat berwenang.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan bahwa dari 14 orang yang ditangkap, empat di antaranya bukan pengunjuk rasa melainkan tim medis dan paralegal. "Mereka diduga tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh petugas yang berwenang," ujar Ade Ary.
Kasus ini memicu pertanyaan publik tentang perlindungan bagi tim medis dalam aksi demonstrasi. Banyak pihak mempertanyakan alasan penangkapan terhadap orang yang jelas-jelas sedang memberikan pertolongan medis.
Sejumlah organisasi mahasiswa dan LSM telah menyatakan rencana pendampingan hukum untuk Cho Yong Gi dan tim medis lainnya. Mereka menilai penangkapan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap relawan kemanusiaan.
Polda Metro Jaya dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai prosedur. Mereka menyatakan akan mengkaji ulang laporan lapangan dari petugas terkait detil penangkapan tim medis tersebut.
Sementara itu, Universitas Indonesia melalui pernyataan rektorat menyatakan sedang memantau perkembangan kasus dan akan memberikan pendampingan hukum bagi mahasiswanya.
Insiden ini kembali menyoroti pentingnya protokol perlindungan tim medis dalam aksi demonstrasi, sekaligus mempertanyakan proporsionalitas tindakan aparat dalam menangani kerumunan massa.
Masyarakat kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang sedang berjalan, sementara berbagai organisasi terus mendesak agar tim medis tidak dikriminalisasi saat menjalankan tugas kemanusiaan.