
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi terhadap empat perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa tindakan ini dilakukan setelah menemukan bukti pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan prinsip keberlanjutan ekosistem pulau kecil.
Dalam keterangan resminya pada Kamis (5/6/), Hanif menyatakan bahwa aktivitas penambangan di pulau-pulau kecil seperti di Raja Ampat merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip keadilan antargenerasi. "KLH dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah tidak akan segan mencabut izin operasi jika terbukti merusak ekosistem yang tidak dapat dipulihkan," tegasnya. Penegasan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melarang aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil karena risiko kerusakan lingkungan yang permanen.
Hasil pengawasan KLH mengungkap berbagai pelanggaran serius yang dilakukan keempat perusahaan. PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan asal China, terbukti melakukan penambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektar tanpa memiliki sistem manajemen lingkungan yang memadai, termasuk tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah tambang. Atas pelanggaran ini, KLH telah memasang plang peringatan dan menghentikan sementara operasi perusahaan di lokasi tersebut.
Sementara itu, PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag dengan luas konsesi mencapai 6.030 hektar juga terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. KLH saat ini sedang melakukan evaluasi mendalam terhadap persetujuan lingkungan yang dimiliki kedua perusahaan tersebut. "Jika dalam evaluasi ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum, kami tidak ragu untuk mencabut izin lingkungan mereka," tambah Hanif.
Pelanggaran lebih parah dilakukan oleh PT Mulia Raymond Perkasa yang terbukti tidak memiliki dokumen lingkungan sama sekali, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dalam kegiatan eksplorasinya di Pulau Batang Pele. KLH telah menghentikan seluruh aktivitas perusahaan ini dan memerintahkan pemulihan lingkungan.
Adapun PT Kawei Sejahtera Mining didapati melakukan perluasan tambang di luar area yang tercantum dalam izin lingkungan dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Perusahaan ini membuka tambang seluas 5 hektar di Pulau Kawe tanpa izin, yang mengakibatkan sedimentasi di wilayah pesisir pantai. Selain kewajiban pemulihan lingkungan, perusahaan ini juga terancam sanksi perdata sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hanif menekankan bahwa keempat perusahaan sebenarnya telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun hanya tiga di antaranya (PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Anugerah Surya Pratama) yang memiliki PPKH. "Ini menunjukkan lemahnya pengawasan lintas sektor dalam penerbitan izin-izin strategis," ujarnya.
Kebijakan penindakan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati Raja Ampat yang termasuk dalam segitiga karang dunia (coral triangle). Kawasan ini memiliki ekosistem laut terkaya di bumi dengan lebih dari 1.400 spesies ikan dan 600 jenis karang. Aktivitas pertambangan dinilai mengancam keberlanjutan ekosistem unik tersebut.
KLH akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta pemerintah daerah untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif. Masyarakat dan LSM lingkungan didorong untuk berperan aktif melaporkan setiap dugaan pelanggaran melalui kanal pengaduan resmi KLH.
Tindakan tegas ini diharapkan menjadi sinyal kuat bagi industri pertambangan untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam operasionalnya. Pemerintah juga berencana merevisi peraturan terkait tata kelola pertambangan di wilayah sensitif ekologis seperti Raja Ampat untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.