
Kasus Bullying PPDS Anestesi Undip Terungkap di Sidang: Senior Didakwa Atas \"Pasal Anestesi\" dan Pungli Rp2,49 Miliar
Semarang – Sidang perdana kasus bullying yang diduga menyebabkan meninggalnya dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), mengungkap praktik senioritas sistematis melalui "Pasal Anestesi" dan pungutan liar Rp2,49 miliar. Tiga terdakwa—dr. Taufik Eko Nugroho (eks Kaprodi), Sri Maryani (staf administrasi), dan dr. Zara Yupita Azra (senior)—menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (26/5).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika mengungkap, Zara—sebagai "kakak pembimbing" (kambing) angkatan 76—mendoktrin junior angkatan 77 melalui Zoom Meeting pada Juni 2022 dengan aturan tak tertulis:
1. "Senior selalu benar", termasuk bila terbukti salah (kembali ke pasal 1).
2. Hanya ada jawaban "ya" dan "siap" dari junior.
3. "Yang enak hanya untuk senior", junior dilarang menikmati kemudahan tanpa pertanyaan.
4. Larangan mengeluh karena semua senior pernah mengalaminya.
Aturan ini diperkuat "Tata Krama Anestesi" yang melarang junior berbicara dengan senior lebih dari dua tingkat di atasnya tanpa izin. "Kalian harus hafal pasal ini, ini paten di anestesi," kata Zara dalam pertemuan tersebut, menurut kesaksian jaksa.
JPU menyebut doktrin tersebut memaksa junior membiayai:
- Makan prolong (makanan untuk senior/DPJP yang bertugas malam): Rp766 juta dari rekening Aulia dan rekan.
- Joki tugas akademik senior: Rp98 juta kepada pihak ketiga.
- Pungutan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) oleh Taufik dan Maryani: Rp2,49 miliar dari mahasiswa angkatan 2018–2023, disimpan di rekening pribadi Maryani.
Dana BOP digunakan untuk keperluan pribadi seperti uang saku pembimbing tesis, konsumsi rapat, hingga buku neuroanestesi—yang seharusnya menjadi tanggung jawab institusi.
Evaluasi angkatan 77 pada Juli 2022 memperlihatkan praktik kekerasan psikologis:
- Junior dihukum berdiri 1 jam sambil difoto untuk diunggah ke grup internal.
- Sidang evaluasi pukul 02.00–03.00 WIB mengancam: "Jika saya kena hukuman, semua angkatan 77 akan saya ajukan ke senior," ancam Zara kepada Aulia via pesan teks.
JPU menyimpulkan, tekanan ini menyebabkan Aulia mengalami depresi berat, kehilangan kontrol diri, hingga akhirnya mengakhiri hidupnya.
Kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar, memilih tidak mengajukan eksepsi untuk mempercepat proses. Namun, mereka menuntut pembuktian kematian Aulia sebagai bunuh diri—yang belum diungkap penyidik.
Tuntutan Pidana:
- Zara: Pasal 368 ayat (1) KUHP (pemerasan) dan Pasal 335 ayat (1) KUHP (pemaksaan).
- Taufik & Maryani: Pasal 368 ayat (2) KUHP (pungutan liar).
Kasus ini menyoroti krisis etika di pendidikan spesialis dan mendorong:
1. Audit nasional terhadap pungutan di PPDS seluruh Indonesia.
2. Pelarangan sistem kasta dan doktrin senioritas di lingkungan akademik.
3. Layanan konseling wajib untuk residen.
Sidang ini menjadi ujian bagi dunia kedokteran Indonesia untuk membongkar budaya toxic senioritas yang mengorbankan integritas akademik dan nyawa manusia. Hasil persidangan akan ditentukan pada 14 Juni 2025 mendatang.