
Washington DC – Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari pemerintahan Presiden Donald Trump. Musk sebelumnya menjabat sebagai pegawai pemerintah khusus di Departemen Efisiensi Pemerintahan AS (DOGE), sebuah badan yang bertugas memangkas anggaran federal dan merampingkan birokrasi.
Meskipun rencana pengunduran dirinya telah lama disiapkan, waktu keputusannya menimbulkan spekulasi luas, terutama karena terjadi tak lama setelah Musk mengkritik kebijakan anggaran terbaru Trump.
Musk ditunjuk sebagai Special Government Employee sejak awal 2025, sebuah posisi yang memungkinkannya bekerja di pemerintahan hingga 130 hari dalam setahun. Selama masa jabatannya, DOGE berhasil mengurangi sekitar 260.000 posisi dari total 2,3 juta pegawai sipil pemerintah federal.
Namun, langkah ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak pegawai yang seharusnya tidak terkena dampak justru dipecat, termasuk staf penting dalam program nuklir nasional. Beberapa hakim federal bahkan memerintahkan agar pegawai yang dipecat secara tidak sah dikembalikan ke posisinya.
Keputusan Musk untuk mundur datang sehari setelah ia menyatakan kekecewaannya terhadap RUU anggaran terbaru Trump dalam wawancara dengan CBS News. Musk menyebut rancangan anggaran tersebut sebagai sesuatu yang "besar dan indah," tetapi dengan nada sarkastis menambahkan, "Sebuah RUU bisa jadi besar, atau indah, tapi tidak bisa dua-duanya."
RUU yang dimaksud mencakup potongan pajak triliunan dolar dan peningkatan anggaran pertahanan, namun juga berpotensi memperlebar defisit negara—sesuatu yang bertentangan dengan misi DOGE untuk mengefisienkan pengeluaran pemerintah.
"Saya rasa kebijakan ini justru merusak kerja keras yang sudah kami lakukan," ujar Musk, mengisyaratkan bahwa RUU anggaran Trump tidak sejalan dengan upaya penghematan yang telah dilakukan DOGE. Kritik terbukanya ini dianggap sebagai salah satu pemicu utama pengunduran dirinya.
Selain konflik kebijakan, Musk juga mengaku bahwa posisinya di pemerintahan telah membuatnya menjadi "sasaran tembak" atas berbagai masalah, meskipun tidak semua berada di bawah kendalinya.
"DOGE jadi kambing hitam untuk segala hal," katanya dalam wawancara terpisah dengan Washington Post. Tekanan publik dan internal ini, ditambah dengan menurunnya performa bisnisnya, akhirnya mendorongnya untuk memutuskan kembali fokus mengurus perusahaan-perusahaannya.
Di sisi lain, Tesla—perusahaan mobil listrik yang dipimpin Musk—sedang mengalami penurunan penjualan sebesar 13% dalam tiga bulan pertama 2025, penurunan terbesar dalam sejarah perusahaan.
Saham Tesla sempat anjlok hingga 45% sebelum akhirnya sedikit pulih, meski masih tercatat turun sekitar 10%. Aktivis yang kecewa dengan kebijakan efisiensi anggaran DOGE juga kerap menggelar protes di berbagai diler Tesla, menambah daftar tekanan yang dihadapi Musk.