
JAKARTA - Pemasangan layar digital countdown menyambut perayaan HUT ke-500 DKI Jakarta di Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuai kritik dari sejumlah warga. Roni (27), salah satu warga yang ditemui di lokasi pada Sabtu (31/5), menyatakan bahwa pemasangan hitung mundur tersebut terkesan terlalu dini mengingat peristiwa bersejarah tersebut baru akan berlangsung pada tahun 2027.
"Menurut saya ini terlalu cepat dipasang. Masih dua tahun lagi, belum tentu orang paham bahwa itu countdown untuk ulang tahun Jakarta," ujar Roni sambil menunjuk layar digital setinggi 6 meter yang menampilkan angka 751 hari 9 jam 55 menit.
Kritiknya tidak berhenti di situ, Roni juga mempertanyakan efektivitas anggaran untuk proyek semacam ini di tengah berbagai persoalan kota yang lebih mendesak.
Warga lainnya, Lestari (33), mengaku sempat keliru mengira display digital tersebut sebagai billboard iklan komersial biasa.
"Awalnya saya kira itu iklan produk tertentu. Baru tahu ternyata hitung mundur ulang tahun Jakarta yang masih sangat jauh waktunya," tuturnya. Lestari menyarankan pendekatan yang lebih partisipatif dan kreatif melalui media sosial ketimbang instalasi fisik yang dinilainya kurang komunikatif.
Beberapa usulan konkret dari warga antara lain:
- Kampanye digital interaktif di platform media sosial
- Lomba konten kreatif bertema sejarah Jakarta
- Program partisipatif melibatkan komunitas lokal
- Pendekatan berbasis cerita (storytelling) tentang evolusi kota
Menanggapi berbagai kritik ini, pengamat tata kota dari Universitas Indonesia, Prof. Ahmad Syafrudin, menjelaskan bahwa sebenarnya ada nilai strategis dalam membangun antusiasme jangka panjang untuk peristiwa bersejarah semacam ini. Namun ia menekankan pentingnya melibatkan warga dalam setiap tahap perencanaan.
"Pemprov sebaiknya tidak hanya fokus pada aspek visual dan seremonial, tapi juga membangun narasi yang bermakna tentang Jakarta selama 5 abad," ujar Syafrudin. Ia menambahkan bahwa pendekatan bottom-up akan lebih efektif dalam menciptakan rasa memiliki di kalangan warga.
Sementara itu, pihak Pemprov DKI melalui Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, membenarkan bahwa pemasangan countdown ini merupakan bagian dari rangkaian panjang persiapan HUT emas Ibu Kota. "Ini adalah bentuk komitmen kami untuk menyambut momen bersejarah dengan semestinya. Kami terbuka terhadap masukan warga dan akan terus melakukan evaluasi," jelas Sigit.
Layar digital yang dipasang sejak pekan lalu tersebut memang terlihat mencolok di kawasan Bundaran HI, dengan pencahayaan yang tetap menyala selama 24 jam. Para pengendara yang melintas di kawasan segitiga emas Jakarta ini dapat dengan jelas melihat angka hitung mundur yang terus berjalan.
Beberapa warga yang diwawancarai mengusulkan agar anggaran untuk proyek semacam ini dialihkan untuk program yang lebih langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti perbaikan infrastruktur dasar atau peningkatan kualitas pendidikan. "Daripada pasang countdown yang harganya mungkin miliaran, lebih baik dipergunakan untuk perbaikan drainase atau bantuan pendidikan," saran Andi, seorang pengusaha kecil di sekitar Thamrin.
Di sisi lain, sejumlah komunitas sejarah justru melihat ini sebagai peluang untuk mengedukasi warga tentang pentingnya momen 5 abad Jakarta. "Ini bisa menjadi trigger untuk memulai dialog tentang identitas Jakarta sebagai kota metropolitan yang terus berkembang," ujar Kartika Dewi dari Komunitas Historia Jakarta.
Sejauh ini, Pemprov DKI telah merencanakan serangkaian acara menyambut HUT ke-500 Jakarta, mulai dari pameran sejarah, festival budaya, hingga proyek pembangunan simbolik. Countdown di Bundaran HI disebutkan sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran kolektif akan momen penting ini.
Namun, kritik warga tentang timing dan efektivitas anggaran nampaknya akan menjadi bahan evaluasi penting bagi pemerintah daerah. Beberapa kalangan menyarankan agar Pemprov lebih banyak melibatkan partisipasi warga dalam merancang kegiatan menyambut usia setengah milenium Ibu Kota, sehingga tidak hanya menjadi seremonial belaka tapi benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat.
Dengan masih tersisanya waktu sekitar dua tahun sebelum perayaan puncak, diharapkan terjadi proses komunikasi yang lebih intensif antara pemerintah dan warga untuk menciptakan perayaan yang bermakna sekaligus bertanggung jawab secara anggaran.