
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusama Mode Indonesia (APPMI) sekaligus Presiden Indonesia Fashion Week (IFW), Poppy Dharsono, secara tegas menyoroti dampak serius dari maraknya produk fast fashion impor terhadap industri fesyen dalam negeri. Dalam konferensi pers The Grand Gala Fashion Show BTN Prioritas Indonesia Fashion Week 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (31/5), desainer senior ini menyatakan keprihatinannya atas membanjirnya produk fesyen murah, terutama dari China, yang mengancam keberlangsungan pelaku industri lokal.
"Fast fashion yang banyak berasal dari China saat ini dijual ke berbagai negara dengan harga sangat murah," ujar Poppy.
Ia menjelaskan bahwa lemahnya regulasi impor di Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang memungkinkan produk-produk tersebut membanjiri pasar domestik. Kondisi ini telah menyebabkan banyak pabrik tekstil dan garmen lokal kesulitan bertahan.
"Banyak pabrik kain dan fesyen dalam negeri yang terpaksa tutup karena aturan pemerintah yang kurang detail dalam mengawasi produk impor, baik yang masuk secara legal maupun ilegal," tambahnya.
Poppy mengungkapkan bahwa di tengah tekanan tersebut, sebagian pelaku industri terpaksa melakukan berbagai penyesuaian untuk tetap bertahan, meski tidak sedikit yang akhirnya harus gulung tikar. Situasi ini menurutnya sangat memprihatinkan mengingat industri fesyen lokal memiliki potensi besar namun kesulitan bersaing dengan produk impor yang dijual dengan harga sangat rendah.
Sebagai solusi, Poppy menyarankan pemerintah untuk belajar dari langkah-langkah yang sedang ditempuh negara-negara Eropa dalam menghadapi masalah serupa.
"Di Eropa sedang digodok undang-undang untuk membatasi impor produk berbahan dasar minyak, termasuk polyester yang banyak digunakan dalam fast fashion," jelasnya.
Salah satu poin penting dalam regulasi tersebut adalah pembatasan kuota impor harian untuk mencegah membanjirnya produk dengan harga jual sangat murah di pasar.
"Ada batasan tertentu untuk jumlah impor dalam satu hari. Jika melebihi kuota tersebut, maka tidak diperbolehkan karena pasti harganya akan sangat murah," tegas Poppy.
Ia berharap pemerintah Indonesia dapat menerapkan kebijakan serupa untuk melindungi industri dalam negeri sekaligus mengurangi dampak lingkungan dari fast fashion.
Lebih jauh, Poppy menekankan pentingnya kesadaran konsumen akan kualitas dan nilai produk lokal. Menurutnya, produk fesyen lokal memiliki keunggulan dalam hal kualitas bahan dan kerajinan tangan yang tidak dimiliki oleh fast fashion.
"Kita perlu membangun pemahaman bahwa membeli produk lokal bukan hanya soal gaya, tapi juga investasi untuk keberlangsungan industri dan lingkungan," ujarnya.
Sebagai salah satu desainer paling berpengalaman di Indonesia, Poppy juga mendorong kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan konsumen untuk menciptakan ekosistem fesyen yang lebih berkelanjutan.
"Kita semua harus bergandengan tangan - pemerintah dengan regulasinya, desainer dengan kreativitasnya, dan konsumen dengan kesadarannya," pungkasnya.
Indonesia Fashion Week 2025 sendiri diharapkan menjadi momentum untuk mempromosikan produk fesyen lokal berkualitas tinggi sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mendukung industri dalam negeri di tengah tantangan globalisasi dan maraknya produk fast fashion.
Baca Juga : Moskow Larang Parade Selama 100 Tahun
Dengan berbagai upaya tersebut, Poppy optimis industri fesyen Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing di tingkat global, sekaligus menjaga keberlangsungan usaha para pelaku industri kecil dan menengah di tanah air. Namun, semua itu menurutnya harus dimulai dengan regulasi yang lebih ketat terhadap impor produk fast fashion dan dukungan nyata dari seluruh pemangku kepentingan.