Breaking News :
KanalLogoLogo
Selasa, 03 Juni 2025

Wisata

Libur Panjang 4 Hari Tak Dongkrak Okupansi, Hotel di Jakarta Tetap Sepi Pengunjung

Mita BerlianaMinggu, 01 Juni 2025 21:59 WIB
Libur Panjang 4 Hari Tak Dongkrak Okupansi, Hotel di Jakarta Tetap Sepi Pengunjung

kamar hotel

ratecard

JAKARTA - Kondisi industri perhotelan di Jakarta masih belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan pasca penerapan kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Ironisnya, momentum libur panjang selama empat hari yang seharusnya menjadi berkah bagi bisnis perhotelan, justru tidak mampu mendongkrak angka okupansi kamar hotel di ibu kota.  

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa hotel-hotel di Jakarta justru sepi pengunjung selama periode long weekend akhir Mei 2025. "Justru selama libur panjang ini, orang-orang keluar Jakarta semua. Di sini malah enggak ada tamu," ujar Sutrisno pada Sabtu (31/5).  

Libur panjang kali ini terdiri dari rangkaian hari libur Kenaikan Yesus Kristus pada Kamis (29/5), cuti bersama pada Jumat (30/5), serta libur akhir pekan Sabtu-Minggu (31/5-1/6/) yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila. Biasanya, momen seperti ini menjadi kesempatan emas bagi industri perhotelan untuk meningkatkan pendapatan.  

Namun realitanya berbeda jauh dengan kondisi di daerah wisata seperti Yogyakarta. Ketua PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono melaporkan tingkat okupansi hotel di wilayahnya mencapai 50-60 persen selama periode liburan 28-31 Mei 2025.

"Reservasi okupansi 50 persen sampai dengan 60 persen se-DIY," kata Deddy. Angka tersebut menunjukkan peningkatan sekitar 20 persen dibanding hari-hari biasa, terutama di kawasan Yogyakarta dan Sleman.  

Sutrisno menjelaskan bahwa hotel-hotel di Jakarta kesulitan mencapai angka okupansi yang tinggi. Data terbaru menunjukkan tingkat keterisian kamar hotel di ibu kota hanya berkisar 47-50 persen. Kondisi ini terutama berdampak pada hotel-hotel yang selama ini mengandalkan tamu dari kalangan pemerintahan dan bisnis yang biasa mengadakan pertemuan di hotel.  

Faktor lain yang memperparah kondisi adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2019-2023 yang menunjukkan proporsi kunjungan wisatawan mancanegara hanya mencapai rata-rata 1,98 persen per tahun dibanding wisatawan domestik.

"Ketidakseimbangan struktur pasar menunjukkan perlunya pembenahan strategi promosi dan kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau pasar internasional," tegas Sutrisno.  

Analisis industri menunjukkan beberapa faktor penyebab lesunya bisnis perhotelan di Jakarta. Pertama, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang mengurangi frekuensi acara dan pertemuan resmi di hotel. Kedua, tren masyarakat Jakarta yang justru memanfaatkan libur panjang untuk keluar kota atau pulang kampung. Ketiga, masih rendahnya kunjungan wisatawan asing ke ibu kota.  

Para pelaku industri hotel kini dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiasati kondisi ini. Beberapa strategi yang mulai diterapkan antara lain penawaran paket staycation yang lebih menarik, kolaborasi dengan penyedia layanan transportasi, serta peningkatan kerja sama dengan penyelenggara event untuk mengisi kalender acara hotel.  

Sementara itu, pemerintah daerah DKI Jakarta diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk memulihkan industri pariwisata ibukota, antara lain melalui program promosi yang lebih agresif dan kebijakan yang mendukung peningkatan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tanpa intervensi yang tepat, dikhawatirkan kondisi lesu ini akan terus berlanjut dan berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri perhotelan di Jakarta.

Pilihan Untukmu