
TRENGGALEK - Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, kini menjadi sorotan berkat sebuah fenomena unik yang berkembang pesat di Kecamatan Munjungan, khususnya saat musim pernikahan tiba. Jika biasanya undangan pernikahan identik dengan lembaran kertas yang dikirimkan ke rumah-rumah, kini masyarakat di sana justru berbondong-bondong memasang undangan pernikahan dalam bentuk banner berukuran sedang. Banner-banner tersebut terpasang rapi dan berjajar di sejumlah persimpangan jalan, lengkap dengan foto pasangan pengantin atau keluarga yang punya hajat, mengingatkan pada baliho-baliho calon legislatif (caleg) yang marak saat musim pemilihan. Fenomena ini telah menjadi tradisi yang kuat dan terus berkembang, seperti yang terlihat pada Senin, 2 Juni 2025.
Wahyu Ansory, salah seorang warga Desa Masaran, Kecamatan Munjungan, membenarkan bahwa pemasangan banner hajatan semacam ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. "Ya, kalau terkait dengan banner hajatan yang terpasang, itu sudah menjadi tradisi sejak dulu," ungkap Wahyu Ansory di halaman rumahnya pada 2 Juni 2025. Terlihat jelas, puluhan banner hajatan memenuhi area strategis seperti simpang empat Gembes, simpang tiga Pantai Blado, dan simpang tiga kali tengah di Kecamatan Munjungan, menarik perhatian setiap orang yang melintas.
Menurut penuturan Wahyu, inspirasi di balik tren pemasangan banner hajatan ini tidak lain berasal dari maraknya baliho caleg yang kerap memenuhi ruang publik menjelang pemilihan umum. Masyarakat setempat agaknya melihat efektivitas baliho caleg dalam menarik perhatian dan menyebarkan informasi. "Mungkin terinspirasi dari maraknya baliho caleg. Mungkin di situ menjadi alasan untuk masyarakat membuat banner hajatan agar lebih dilihat oleh warga setempat, khususnya di Kecamatan Munjungan," jelas Wahyu. Strategi ini dianggap lebih efektif karena langsung terpampang di tempat-tempat keramaian dan mudah diakses oleh banyak orang.
Pemasangan spanduk hajatan tersebut dinilai jauh lebih efektif dibandingkan undangan konvensional karena sifatnya yang terus-menerus dan telah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat. Setiap banner hajatan ini didesain dengan informatif, dilengkapi dengan foto-foto individu yang punya hajat, alamat lengkap lokasi acara, serta jadwal pelaksanaan hajatan yang detail. "Ya, kalau pendapat saya pribadi mungkin lebih efektif karena terus dilakukan terus-menerus dan turun-temurun," ujar Wahyu, menegaskan bahwa tradisi ini telah terbukti ampuh dalam menyebarkan informasi acara.
Yang menarik, tradisi unik menggunakan banner hajatan ini tidak hanya terbatas di Kecamatan Munjungan. Wahyu Ansory juga mengamati bahwa tren ini telah menyebar ke daerah lain di luar Munjungan, seperti Kecamatan Watulimo, Kecamatan Dongko, Kecamatan Panggul, dan Kecamatan Pule. "Ya, memang awalnya dulu itu saya lihat hanya di Kecamatan Munjungan. Lalu merebak ke daerah lain," katanya, menunjukkan bahwa inovasi lokal ini berhasil menginspirasi wilayah-wilayah tetangga.
Maraknya tren pemasangan spanduk hajatan di Kecamatan Munjungan ini selalu berhasil mencuri perhatian warganet. Banyak dari mereka yang mengabadikan fenomena unik ini melalui foto atau video, kemudian mengunggahnya ke berbagai platform media sosial. Konten-konten ini seringkali menjadi viral, menarik perhatian lebih luas terhadap tradisi khas Trenggalek. Lebih dari sekadar undangan, banner-banner ini juga berfungsi sebagai penanda sosial yang kuat di komunitas. Wahyu mengungkapkan, "Kalau warga Munjungan meski tidak dapat undangan, tapi melihat ada yang dikenalnya terpampang di banner, mereka akan hadiri hajatan tersebut." Hal ini menunjukkan bahwa banner hajatan tidak hanya berfungsi sebagai alat informasi, tetapi juga sebagai pengikat sosial yang memperkuat ikatan kekeluargaan dan persahabatan di tengah masyarakat Trenggalek. Fenomena ini membuktikan bagaimana tradisi lokal dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dan menjadi bagian integral dari kehidupan sosial yang unik dan menarik.