
BOJONEGORO - Kegiatan belajar mengajar di TK dan PAUD "Harapan Bunda" di Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, terpaksa dipindahkan ke Balai Desa setempat. Pemindahan ini bukan karena bencana alam, melainkan akibat bau menyengat yang berasal dari cerobong asap pabrik pengolahan tembakau PT Sata Tec Indonesia (STI) yang letaknya hanya 50 meter dari sekolah.
Anak-anak yang biasanya ceria belajar di kelas, kini harus menahan rasa tidak nyaman akibat bau tajam yang memicu keluhan kesehatan. Beberapa siswa mengeluh pusing dan mual, sehingga pihak sekolah memutuskan untuk memindahkan sementara kegiatan belajar ke balai desa.
"Kasihan melihat mereka harus belajar dalam kondisi tidak nyaman. Bau yang menusuk itu benar-benar mengganggu," ujar Lisa, salah satu orang tua murid, Selasa (3/6).
Dika Martania, salah seorang guru di PAUD Harapan Bunda, mengungkapkan bahwa pihak sekolah telah berulang kali mengadu kepada manajemen PT STI. Bahkan sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pabrik tidak akan beroperasi selama jam sekolah berlangsung. Namun, janji tersebut ternyata tidak dipenuhi.
"Kami tidak bisa memaksakan anak-anak belajar dalam kondisi seperti ini. Mereka terus mengeluh dan tidak konsentrasi," jelas Dika.
Kepala Desa Sukowati, Amik Rohadi, turun tangan dengan meminjamkan balai desa sebagai ruang kelas darurat. "Ini sifatnya darurat. Kami tidak ingin kegiatan belajar anak-anak terganggu," kata Amik. Ia menegaskan bahwa balai desa bisa digunakan tanpa batas waktu sampai masalah ini tuntas.
Isu ini menarik perhatian DPRD Bojonegoro. Wakil Ketua III DPRD, Mitroatin, bersama Ketua Komisi A, Lasmiran, melakukan inspeksi mendadak ke lokasi sekolah dan pabrik pada Senin (2/6). Mereka membenarkan adanya bau menyengat yang dikeluhkan warga.
"Bau yang timbul sangat mengganggu. Kami kecewa karena niat baik kami disambut dengan sikap tidak kooperatif dari pihak pabrik," ujar Mitroatin.
Dalam inspeksi tersebut, terungkap bahwa PT STI belum memiliki izin operasional lengkap. Legislator dari Partai Golkar ini menegaskan bahwa perusahaan harus menghentikan sementara operasinya sampai semua perizinan dan dampak lingkungannya ditinjau ulang.
"Kami mendukung investasi, tapi tidak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat, apalagi anak-anak," tegas Mitroatin.
DPRD Bojonegoro berencana memanggil semua pihak terkait untuk membahas masalah ini secara menyeluruh. Mereka menekankan bahwa keselamatan warga, terutama anak-anak yang masih rentan, harus menjadi prioritas utama.
Sementara itu, manajemen PT STI memilih diam dan tidak memberikan tanggapan memadai. Nur Hidayat, perwakilan perusahaan, hanya menjawab singkat ketika dimintai konfirmasi:
"Mohon maaf, saya no comment." Sikap tertutup ini semakin memicu kekecewaan warga dan pemerintah setempat.
Kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang pengawasan industri di Bojonegoro. Pabrik yang beroperasi tanpa izin lengkap dan menimbulkan dampak lingkungan seharusnya tidak dibiarkan beraktivitas. Masyarakat berharap pemerintah daerah bisa mengambil tindakan tegas untuk melindungi hak warga, terutama hak anak-anak untuk mendapatkan lingkungan belajar yang sehat dan nyaman.
Pemindahan sementara kegiatan belajar ke balai desa mungkin bisa menjadi solusi jangka pendek. Namun, solusi permanen harus segera ditemukan agar masa depan pendidikan anak-anak tidak terus terganggu oleh ulah perusahaan yang tidak bertanggung jawab.
Di tengah situasi ini, peran aktif masyarakat dan lembaga legislatif menjadi harapan terbesar untuk mendorong penyelesaian masalah. Warga Desa Sukowati berharap agar pabrik segera menindaklanjuti keluhan mereka atau menghadapi konsekuensi hukum yang lebih serius.
Sampai berita ini diturunkan, proses belajar mengajar di PAUD dan TK Harapan Bunda masih berlangsung di balai desa. Anak-anak terus didampingi para guru yang berusaha menciptakan suasana belajar semenyenangkan mungkin meski dalam kondisi darurat.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan ini, tidak hanya demi kepentingan pendidikan anak-anak saat ini, tetapi juga untuk melindungi generasi mendatang dari dampak industri yang tidak ramah lingkungan.