
Serang, Banten – Anggota Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa, mendesak Gubernur Banten untuk mengambil tindakan tegas terhadap para kepala sekolah (kepsek) yang terindikasi menyelewengkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2024.
Desakan ini menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten mengenai penyimpangan penggunaan dana BOS senilai Rp10,6 miliar di 61 SMA dan SMK Negeri.
"Jangan cuma teguran, harus ada sanksi tegas dari Gubernur Banten bagi oknum yang menyelewengkan dana BOS," ujar Yeremia di Kota Serang, Kamis (5/6/2025).
Ia menyoroti ironi tunjangan kinerja kepala sekolah di Banten yang mencapai Rp15 juta, namun tidak diimbangi dengan akuntabilitas yang baik. Menurutnya, tingginya tunjangan tersebut seharusnya sejalan dengan pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan bertanggung jawab.
Yeremia menegaskan bahwa dana BOS semestinya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. "Ini harus disikapi dengan tegas. Supaya tidak berulang. Kan dana BOS itu untuk meningkatkan mutu pendidikan," tegasnya.
Ia menilai lemahnya sistem pengawasan menjadi akar permasalahan dan meminta adanya sanksi administratif hingga proses hukum untuk memberikan efek jera, sebab pengembalian dana saja dianggap tidak cukup.
Temuan BPK mengungkap berbagai modus penyimpangan, di antaranya transaksi fiktif, praktik "pinjam nama perusahaan" untuk pencairan dana, hingga pembagian keuntungan (cashback) antara penyedia barang/jasa dengan kepala sekolah.
Kasus menonjol terjadi di SMKN 2 Kota Serang dengan dugaan kelebihan pembayaran mencapai Rp1,1 miliar, dan SMAN 2 Kota Serang yang melakukan empat transaksi belanja makanan dan minuman fiktif pada hari yang sama dengan modus meminjam nama perusahaan. Total transaksi bermasalah yang diungkap BPK mencapai Rp10.606.272.194,00.
BPK juga menemukan pemanfaatan aplikasi SIPLAH untuk mengunggah bukti belanja palsu, di mana barang tidak dikirim ke sekolah namun pembayaran tetap dilakukan dan dana dibagi antara penyedia dan kepala sekolah.
Selain itu, terdapat selisih harga yang signifikan antara Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dengan harga pasar, seperti pembelian alkohol 96 persen senilai Rp52.000.000 yang harga pasarnya hanya Rp32.880.000, dan antiseptik senilai Rp29.600.000 yang harga pasarnya Rp3.000.000, mengindikasikan potensi adanya mark-up.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas Inspektur Daerah Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina, mengakui bahwa banyak kepala sekolah yang menganggap praktik pinjam nama perusahaan dan cashback sebagai kebiasaan yang diwarisi dari pendahulu mereka.
Ia menyebutkan bahwa dari pemeriksaan BPK terhadap 261 satuan pendidikan, dana sebesar Rp10 miliar yang merupakan kelebihan pembayaran telah dikembalikan ke kas daerah, meskipun proses administrasinya masih berlangsung.
Inspektorat Provinsi Banten berencana menjadikan pengelolaan dana BOS sebagai fokus utama dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) selama setahun ke depan. Langkah ini sejalan dengan rekomendasi BPK yang meminta Gubernur memerintahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Agar memperketat pengawasan dan pembinaan, serta memberikan pelatihan berkala bagi kepala sekolah terkait Pedoman Penggunaan Dana BOS Nomor 18 Tahun 2022.