
JAKARTA - Menteri Kebudayaan Fadli Zon memberikan penjelasan terkait kontroversi pernyataannya yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Dalam keterangan tertulis Senin (13/6), Fadli menegaskan tetap mengutuk segala bentuk kekerasan seksual namun menekankan pentingnya verifikasi fakta akademik.
"Saya mengutuk keras berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan, baik di masa lalu maupun sekarang. Pernyataan saya tidak dimaksudkan untuk menegasikan penderitaan korban," jelas Fadli. Ia menyoroti bahwa laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) saat itu menyebut angka tanpa data pendukung yang solid seperti nama korban, waktu, dan lokasi kejadian.
Fadli mengaku khawatir ketidakakuratan fakta sejarah justru dapat mempermalukan nama bangsa. "Istilah 'massal' telah menjadi perdebatan akademik selama 20 tahun terakhir. Sejarah harus berdasar pada fakta hukum dan bukti yang teruji," tegasnya.
Menteri dari Partai Gerindra ini menegaskan bahwa penjelasannya bukan untuk menyangkal adanya kekerasan seksual selama kerusuhan Mei 1998, melainkan menekankan perlunya kehati-hatian dalam menggunakan terminologi yang memiliki implikasi luas terhadap karakter bangsa.
"Berbagai kejahatan terjadi saat kerusuhan, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait 'pemerkosaan massal', data peristiwanya tidak pernah konklusif," pungkas Fadli yang kini menghadapi kritik dari berbagai kalangan atas pernyataannya tersebut.