
MAKKAH – Hingga hari ke-54 pelaksanaan ibadah haji 2025, Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 386 jemaah wafat dan lebih dari 225 ribu kunjungan rawat jalan. Namun, sejumlah jemaah menyoroti terbatasnya jumlah petugas medis dibandingkan beban pelayanan di lapangan.
Berdasarkan data dashboard Siskohatkes per 24 Juni 2025, jumlah kunjungan rawat jalan jemaah mencapai 225.852, tersebar di Daerah Kerja Makkah dan Madinah. Angka ini dinilai tinggi, sementara jumlah petugas di pos-pos layanan kesehatan dianggap tidak memadai.
“Saya dari Kloter 32 Enrekang. Saat berobat hanya ada satu dokter dan satu perawat, sementara jumlah jemaah kami sekitar 300 orang, banyak yang lansia,” kata Mariani Kadang, jemaah asal Sulawesi Selatan, Minggu (23/6).
Hal senada disampaikan Suherman S. Bakak dari kloter yang sama. Ia mengapresiasi kerja keras petugas, namun menyoroti beban kerja yang berlebihan. “Kalau hanya satu dokter melayani ratusan jemaah, jelas kewalahan. Petugas juga butuh waktu istirahat,” ujarnya.
Beberapa tenaga kesehatan mengaku harus merangkap tugas karena keterbatasan formasi. Seperti yang disampaikan dr. Muhammad Ulin Nuha, TKHK dari Kloter KJT 20 Jawa Barat, yang harus melayani dua hotel sekaligus karena tidak semua kloter memiliki petugas kesehatan lengkap.
“Di hotel 210 dan 211, kami hanya satu dokter dan satu perawat. Idealnya satu dokter dan satu perawat melayani 120–150 jemaah. Kalau ada yang dirujuk ke RS, butuh waktu 2–5 jam, dan pelayanan di hotel jadi terganggu,” jelas dr. Ulin.
Ia mengusulkan agar skema distribusi petugas tidak berbasis hotel, melainkan mengikuti formasi kloter, agar pelayanan lebih merata dan tepat sasaran.
Masukan dari jemaah dan petugas ini menjadi catatan penting untuk evaluasi pelayanan kesehatan haji ke depan. Penyesuaian rasio petugas terhadap jumlah jemaah dinilai krusial guna menjamin kelancaran ibadah dan keselamatan jemaah di Tanah Suci.