
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meresmikan 55 proyek energi baru terbarukan (EBT) di 15 provinsi dan peningkatan produksi minyak Blok Cepu sebesar 30 ribu barel per hari, Kamis (26/6). Proyek ini diklaim sebagai langkah besar menuju kemandirian energi nasional, namun sejumlah tantangan teknis dan keberlanjutan investasi masih menjadi catatan.
Total kapasitas proyek energi terbarukan yang diluncurkan mencapai 379,7 megawatt, dengan nilai investasi sekitar Rp25 triliun. Proyek ini disebut menyerap lebih dari 9.500 tenaga kerja secara nasional, termasuk 1.404 orang di wilayah Ijen.
Selain itu, Presiden juga meletakkan batu pertama lima Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) baru. “Ini adalah bukti kemampuan bangsa menuju swasembada energi. Kita tidak boleh tergantung, harus berdiri di atas kaki sendiri,” ujar Prabowo dalam sambutannya.
Pemerintah juga mendorong peningkatan lifting minyak Blok Cepu dari 150 ribu menjadi 180 ribu barel per hari, yang disebut menyumbang 25 persen dari total produksi minyak nasional. Proyek tersebut telah menyumbang lebih dari USD 35 miliar bagi pendapatan negara dengan nilai investasi mencapai USD 4 miliar. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut 99 persen tenaga kerja proyek ini berasal dari dalam negeri.
Namun, meskipun proyek energi terbarukan ini digadang sebagai solusi jangka panjang, sejumlah pengamat menyoroti soal kejelasan roadmap keberlanjutan, regulasi iklim investasi EBT yang masih tumpang tindih, hingga persoalan grid readiness dan keterlibatan masyarakat lokal secara berkelanjutan.
Penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang hanya 40 persen juga menunjukkan bahwa dominasi bahan baku dan teknologi masih berasal dari luar negeri. Jika tidak disertai alih teknologi dan penguatan industri dalam negeri, swasembada energi dikhawatirkan hanya menjadi slogan simbolik tanpa efek riil jangka panjang.
Meski Presiden menekankan pentingnya kedaulatan energi sebagai bagian dari kedaulatan bangsa, efektivitas realisasi proyek ini akan diuji dalam waktu dekat. Tanpa percepatan reformasi regulasi dan pengawasan implementasi, proyek-proyek ini berisiko terhambat seperti banyak program EBT sebelumnya.