
YOGYAKARTA - Paguyuban Sanglen Berdaulat secara tegas menolak proses mediasi yang diusulkan Keraton Yogyakarta terkait penataan kawasan Pantai Sanglen di Gunungkidul. Penolakan ini disampaikan menyusul surat undangan mediasi bernomor 035/KWPK/VI/2025 dari Kawedanan Panitikismo Keraton yang dinilai tidak memenuhi prinsip keadilan.
Rahmat, perwakilan paguyuban, mengungkapkan dua alasan penolakan. Pertama, undangan yang diterima 24 Juni 2025 untuk pertemuan 25 Juni dinilai terlalu mendadak. Kedua, komposisi peserta yang didominasi aparat dan perwakilan PT Biru Bianti - perusahaan yang berencana membangun Obelix di lokasi tersebut.
"Mediasi seharusnya mendengarkan aspirasi warga, bukan menjadi alat legitimasi untuk investor," tegas Rahmat dalam keterangan tertulis, Senin (30/6). Paguyuban juga menyayangkan tidak diikutsertakannya lembaga pendamping dalam proses mediasi.
Menanggapi polemik ini, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menekankan pentingnya klarifikasi status tanah terlebih dahulu. "Kalau ada pematokan ilegal, berarti pemanfaatan selama ini tidak sah," ujar Sultan.
Sebelumnya, Keraton melalui Kawedanan Panitikismo berencana menertibkan kawasan tersebut dalam dua pekan ke depan. KRT Suryo Satriyanto dari Panitikismo menjelaskan penertiban merupakan lanjutan dari proses penataan sejak 2021, setelah ditemukan indikasi transaksi ilegal di kawasan Sultan Ground.
Paguyuban menuntut mediasi yang lebih partisipatif dengan melibatkan seluruh anggota dan pendamping hukum, serta tidak melibatkan aparat kecuali sebagai pengamanan. Mereka menilai proses saat ini lebih sebagai bentuk intimidasi daripada solusi.