
JAKARTA - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan praktik pengoplosan beras di Indonesia telah menyebabkan kerugian mencapai Rp99 triliun per tahun bagi masyarakat. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu (16/7).
Amran menjelaskan, kerugian tersebut berasal dari selisih harga antara beras curah biasa yang dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium. "Ini seperti menjual emas 18 karat dengan harga 24 karat. Harganya naik, tapi kualitasnya tidak," ujarnya.
Terdapat dua jenis kerugian dalam kasus ini. Pertama, kerugian negara terkait program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), di mana beras yang seharusnya dijual murah dialihkan ke pasar sebagai beras premium. "Berdasarkan penyelidikan kami, 20% beras SPHP dipajang di etalase, sementara 80% dioplos sebagai beras premium," jelas Amran.
Kedua, kerugian masyarakat yang tertipu membeli beras kualitas biasa dengan harga premium. Mentan menegaskan seluruh bukti temuan, termasuk dokumentasi dan hasil pemeriksaan dari 13 laboratorium, telah diserahkan ke penegak hukum.
Praktik ini bahkan terjadi di supermarket dan minimarket, dengan beberapa merek menjual kemasan 5 kilogram yang sebenarnya hanya berisi 4,5 kilogram. Meski beberapa minimarket telah menarik produk oplosan, penegakan hukum tetap dilakukan untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh.