
JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan reformasi pendidikan dokter spesialis harus mengikuti standar internasional. Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) kini mengadopsi pola baru, di mana peserta tidak lagi dianggap mahasiswa, melainkan tenaga profesional yang bekerja sambil menjalani pelatihan.
Budi mengungkapkan, selama ini salah satu persoalan utama adalah mahalnya biaya pendidikan. Dalam sistem baru, peserta PPDS tidak dipungut uang kuliah, melainkan justru akan menerima gaji. “Spesialis di luar negeri itu tidak ada yang bayar uang kuliah, tapi mereka bekerja. Sebabnya mereka digaji, bukan harus bayar,” ujar Budi dalam Orientasi PPDS di Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) di Jakarta, Senin (8/9).
Menurut Budi, perubahan ini juga ditujukan untuk menekan praktik pungutan liar yang kerap membebani calon spesialis. Ia meminta seluruh direktur utama rumah sakit pendidikan untuk memastikan tata kelola yang transparan. “Saya minta para Dirut rumah sakit merapikan tata kelola untuk menghindari biaya-biaya di luar kebutuhan,” tegasnya.
Dengan pola baru, peserta didik PPDS akan memperoleh gaji berdasarkan indikator kinerja yang jelas. Penugasan mereka di rumah sakit pendidikan dipantau ketat, termasuk aspek etika, profesionalisme, hingga tanggung jawab klinis.
Budi menambahkan, Indonesia akan mengadopsi standar pendidikan spesialis dari Amerika Serikat. Kebijakan ini diharapkan mempercepat produksi tenaga dokter spesialis, mengingat kebutuhan nasional saat ini mencapai 70 ribu orang, sementara kapasitas lulusan hanya sekitar 2.700 per tahun.
Jika tidak ada perubahan sistem, kekurangan tenaga spesialis baru bisa teratasi dalam lebih dari dua dekade. “Dengan konsep ini, PPDS itu bekerja bukan kuliah, dan saya pastikan tata kelolanya jangan ada biaya-biaya yang tidak resmi,”tutup Budi.