
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyarankan kepada masyarakat untuk mengajukan permintaan pergantian atau pemecatan anggota DPR yang dinilai kinerjanya tidak layak melalui partai politik. Saran ini tercantum dalam pertimbangan putusan atas uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang mengusulkan agar rakyat dapat memecat anggota DPR secara langsung. “Apabila pemilih menilai terdapat anggota DPR atau DPRD yang tidak layak menjadi anggota DPR atau anggota DPRD, pemilih dapat mengajukan keberatan kepada partai politik bahkan dapat menyampaikan kepada partai politik untuk me-recall anggota DPR atau anggota DPRD dimaksud,” ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (27/11/2025).
MK berpendapat bahwa mekanisme pemecatan anggota parlemen harus tetap dilaksanakan melalui partai politik, mengingat proses pemilihan mereka juga dilakukan melalui partai politik. “Pasal 22E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik, sehingga konsekuensi logis dari diterapkannya mekanisme recall terhadap anggota DPR dan anggota DPRD juga harus dilakukan oleh partai politik sebagai wujud pelaksanaan demokrasi perwakilan,” lanjut Guntur.
Selain opsi tersebut, Mahkamah juga menilai masyarakat memiliki cara lain untuk mengevaluasi kinerja wakilnya, yaitu dengan memastikan anggota DPR atau DPRD yang dinilai buruk kinerjanya tidak terpilih kembali dalam pemilihan umum berikutnya. “Bahkan sesuai dengan regularitas waktu penyelenggaraan pemilihan, pemilih seharusnya tidak memilih kembali anggota DPR atau anggota DPRD yang dianggap bermasalah pada pemilu berikutnya,” kata hakim.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, MK akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan yang terdaftar dengan nomor 199/PUU-XXIII/2025. “Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Gugatan ini diajukan oleh lima orang mahasiswa, yaitu Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR yang selama ini hanya melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dan mengusulkan adanya mekanisme bagi rakyat untuk memberhentikan wakilnya di parlemen secara langsung. "Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR," ujar Ikhsan yang hadir secara daring, pada Rabu (19/11/2025). Menurut para pemohon, ketentuan dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 dinilai menciptakan eksklusivitas partai politik dalam memberhentikan anggota DPR, yang kerap dilakukan tanpa alasan jelas dan tanpa mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.




















