
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup mengumumkan keberhasilan teknologi pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak jenis diesel yang mencapai tingkat efisiensi hingga 60%. Temuan ini diungkapkan oleh Peneliti BRIN Tri Martini dalam diskusi virtual yang diselenggarakan di Jakarta pada Rabu (28/5), yang membahas hasil kolaborasi antara BRIN dengan Bank Sampah Banjarnegara, Jawa Tengah.
Menurut Tri Martini, proses konversi sampah plastik menjadi bahan bakar yang disebut petasol ini menggunakan teknologi fast pyrolisis. Dari setiap 100 kilogram sampah plastik yang diolah, dapat dihasilkan lebih dari 60 liter bahan bakar minyak dengan kualitas yang memenuhi standar.
"Berdasarkan perhitungan input dan output yang kami lakukan, efisiensi proses ini telah mencapai 60 persen. Artinya dari total sampah yang dimasukkan, 60% berhasil dikonversi menjadi bahan bakar yang bermanfaat," jelas Tri.
Kualitas bahan bakar yang dihasilkan dari proses ini memiliki angka cethane (Cethane Number/CN) sebesar 54, yang menunjukkan performa yang cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Tri menambahkan bahwa kualitas dan kuantitas output sangat bergantung pada kemampuan pengolah dan jenis bahan baku plastik yang digunakan.
"Tidak semua jenis plastik memberikan hasil yang sama. Plastik dengan kualitas tertentu akan menghasilkan bahan bakar dengan kualitas lebih baik," ujarnya.
Proses fast pyrolisis sendiri membutuhkan waktu antara 8 hingga 15 jam untuk menyelesaikan satu kali pengolahan, dengan kapasitas mesin maksimal 100 kilogram sampah plastik per proses. Tri menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan sangat bergantung pada pengalaman operator.
"Bagi yang baru pertama kali mencoba, proses bisa memakan waktu hingga 15 jam. Namun, seiring dengan peningkatan keahlian, waktu pengolahan dapat dipersingkat menjadi sekitar 8 jam," paparnya.
Di sisi lain, Endi Rudianto dari Bank Sampah Banjarnegara mengungkapkan bahwa petasol hasil olahan sampah plastik telah dimanfaatkan secara nyata oleh masyarakat setempat, terutama petani dan nelayan yang membutuhkan bahan bakar dengan harga lebih terjangkau. Selain itu, bahan bakar ini juga telah diujicobakan pada kendaraan operasional mereka.
"Kami menggunakan Toyota Fortuner tahun 2008 yang sudah menggunakan petasol sebagai bahan bakar selama empat tahun terakhir tanpa masalah berarti," kata Endi.
Inisiatif pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar ini tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah penumpukan sampah plastik, tetapi juga menawarkan alternatif energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil konvensional. Teknologi ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan skala produksi dan aplikasinya di berbagai sektor.
BRIN berencana untuk terus melakukan penelitian dan pengembangan guna meningkatkan efisiensi proses serta kualitas bahan bakar yang dihasilkan.
Selain itu, kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan sektor swasta, akan diperkuat untuk memperluas implementasi teknologi ini di berbagai wilayah di Indonesia.
Dengan potensi pengurangan sampah plastik sekaligus produksi energi terbarukan, inovasi ini dinilai sebagai langkah penting dalam upaya Indonesia menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan kemandirian energi di masa depan.
Masyarakat dan pelaku industri didorong untuk mendukung dan mengadopsi teknologi semacam ini guna menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.