
BANDUNG - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menyatakan bahwa pemberian pekerjaan rumah (PR) kepada siswa seharusnya menjadi kewenangan guru sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Pernyataan ini menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menghapus PR melalui Surat Edaran Nomor 81/PK.03/DISDIK tentang Optimalisasi Pembelajaran di Lingkungan Satuan Pendidikan. Atip menegaskan bahwa meskipun pemerintah daerah memiliki wewenang dalam pengelolaan pendidikan, kebijakan tersebut harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan sistem pendidikan nasional.
Atip menjelaskan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab menetapkan standar pendidikan nasional, termasuk standar proses dan kompetensi lulusan. Ia menekankan pentingnya PR sebagai alat untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, namun pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing satuan pendidikan.
"Guru sebagai pendidik yang paling memahami kebutuhan siswanya," ujar Atip saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Kebijakan yang dikeluarkan Dedi Mulyadi pada 4 Juni 2025 itu menghapus PR dan menggantinya dengan kegiatan pengembangan karakter di luar sekolah, seperti membantu orang tua, beraktivitas keagamaan, kesenian, olahraga, literasi, dan kewirausahaan.
Gubernur beralasan kebijakan ini diambil karena selama ini banyak PR justru dikerjakan oleh orang tua daripada siswa sendiri. "Ada ironi, gurunya ngasih PR pada muridnya yang ngerjainnya orangtuanya," kata Dedi di Gedung Pakuan, Bandung.
Wamendikdasmen menekankan perlunya koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam penerapan kebijakan pendidikan untuk memastikan tidak bertentangan dengan standar nasional yang telah ditetapkan.