
JAKARTA - Arkeolog dari Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Wiwin Djuwita Ramelan mempertanyakan alasan di balik rencana perubahan istilah "prasejarah" menjadi "sejarah awal" dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Wiwin menegaskan bahwa istilah prasejarah telah digunakan secara internasional selama lebih dari 200 tahun dan memiliki definisi yang jelas sebagai masa sebelum manusia mengenal tulisan, sementara sejarah dimulai ketika sistem tulisan telah berkembang.
Wiwin menjelaskan bahwa istilah pre-history pertama kali tercatat dalam Oxford English Dictionary pada 1832 dan telah diadopsi dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk Indonesia. Menurutnya, istilah ini telah diterima secara ilmiah dan dipahami oleh masyarakat luas. "Apa urgensinya mengubah terminologi yang sudah dipakai lebih dari 200 tahun secara mendunia?" tanya Wiwin dalam diskusi daring, Rabu (18/6).
Ia juga menyayangkan bahwa para ilmuwan di luar tim penulisan ulang sejarah tidak dilibatkan dalam diskusi mengenai perubahan terminologi ini. Wiwin berharap istilah "sejarah awal" hanya digunakan sebagai judul bab dalam buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI), bukan untuk menggantikan sepenuhnya istilah prasejarah yang telah mapan.
Tim penulisan ulang sejarah yang dibentuk Kementerian Kebudayaan berargumen bahwa istilah "prasejarah" mengandung bias kolonial, karena dianggap merendahkan peradaban Nusantara sebelum pengaruh India. Editor umum tim, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, menyatakan bahwa konsep "sejarah awal" sejalan dengan pemikiran sejarawan Jacob Cornelis van Leur dan lebih menghargai kemajuan teknologi masyarakat Nusantara masa lalu.
Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini terdiri dari 10 jilid yang mencakup berbagai periode, dari awal peradaban Nusantara hingga era Reformasi, dengan melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Indonesia. Pemerintah berharap penulisan sejarah baru ini dapat menghilangkan bias kolonial dan memperkuat identitas nasional.