
JAKARTA – Wali Kota Prabumulih, Arlan, mendapatkan sanksi dari Partai Gerindra dan akan menerima sanksi teguran tertulis dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Langkah ini diambil menyusul tindakannya yang dinilai melanggar prosedur dalam kasus pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah.
Arlan mengaku telah ditegur langsung oleh pimpinan partainya. “Saya sudah ditelepon beberapa kali dari Ibu Ketum, Ketua Partai Gerindra Provinsi Sumatera Selatan sudah menegur saya. Di situ juga saya diberikan sanksi-sanksi,” kata Arlan usai diperiksa di Gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Posisi Kemendagri juga tegas. Inspektur Jenderal Kemendagri, Mahendra Jaya, menyatakan bahwa pihaknya akan merekomendasikan pemberian sanksi teguran tertulis kepada Arlan setelah melakukan pemeriksaan intensif selama tujuh jam.
“Jadi ini peristiwa pertama. Kami, sebagai APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), akan memberikan laporan lengkap kepada Pak Menteri, sekaligus merekomendasikan sanksi teguran tertulis,” jelas Mahendra dalam konferensi pers terpisah. Ia menambahkan bahwa sanksi yang lebih berat dapat dijatuhkan jika Arlan mengulangi pelanggaran serupa di masa depan.
Polemik ini berawal pada 5 September 2025, ketika anak Wali Kota Arlan kehujanan usai berlatih drum band dan kembali ke sekolah menggunakan mobil jemputan. Menurut pengakuan Arlan, mobil tersebut dilarang masuk ke area lapangan sekolah, sehingga anaknya harus turun dan kehujanan.
Arlan menyangkal telah mencopot Roni. Ia mengklaim hanya meminta Kepala Dinas Pendidikan untuk menegur sang kepala sekolah. “Tolong kasih tahu ke Pak Kepala Sekolah... jangan sampai terulang lagi, karier aku copot, cuman sebatas itu, Pak,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, Roni Ardiansyah telah resmi diserahterimakan dari jabatannya. Roni, yang enggan menjelaskan detail kebijakan apa yang dianggap salah, menyatakan keikhlasannya. “Intinya saya sudah sertijab, saya ikhlas, karena memang penyebabnya saya buat kebijakan. Saya sangat menghormati keputusan pimpinan,” tuturnya.
Kasus ini menyoroti praktik abuse of power di tingkat pemerintah daerah dan mendapat perhatian luas dari publik serta pengamat.