Breaking News :
KanalLogoLogo
Sabtu, 18 Oktober 2025

Pemerintahan

DPR Ingatkan Pemerintah Tak Gunakan Program E10 Sebagai Alasan Impor Etanol

Ima KarimahMinggu, 12 Oktober 2025 19:58 WIB
DPR Ingatkan Pemerintah Tak Gunakan Program E10 Sebagai Alasan Impor Etanol

Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari

ratecard

JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan rencana penerapan program E10 atau pencampuran 10 persen etanol dengan bahan bakar minyak (BBM)sebagai alasan membuka impor etanol besar-besaran. Ia menegaskan, sebelum kebijakan ini dijalankan secara nasional, pemerintah harus memastikan kapasitas produksi etanol dalam negeri benar-benar mampu memenuhi kebutuhan.

Ratna menyatakan dukungannya terhadap kebijakan E10 karena sejalan dengan semangat transisi energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Namun, ia menekankan pentingnya kemandirian pasokan etanol nasional. “Saya mendukung E10 sebagai langkah menuju energi bersih. Tapi jangan sampai kebijakan ini justru membuka keran impor baru. Pemerintah harus menjamin pasokan etanol dari dalam negeri cukup, baik dari sisi produksi maupun distribusi,” ujar Ratna dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Kamis (9/10/2025).

Politisi Fraksi PKB itu juga mendorong percepatan pembangunan pabrik bioetanol berskala besar di Bojonegoro, Jawa Timur. Menurutnya, kapasitas produksi etanol nasional saat ini masih jauh dari kebutuhan untuk mendukung implementasi E10 secara penuh. “Pabrik di Bojonegoro harus jadi prioritas nasional. Jangan hanya groundbreaking, tapi harus segera beroperasi agar bisa menutup defisit pasokan etanol. Tanpa itu, target E10 akan sulit tercapai tanpa impor,” tegasnya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang produksi etanol nasional pada 2024 mencapai sekitar 303 ribu kiloliter (kL) per tahun, dengan realisasi produksi baru sekitar 161 ribu kL. Padahal, kebutuhan etanol nasional jika E10 diberlakukan penuh diperkirakan mencapai 890 ribu kL per tahun atau sekitar 890 juta liter. Artinya, masih ada kesenjangan lebih dari 700 ribu kL yang harus ditutup dengan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri.

Ratna menilai, kesenjangan produksi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Ia menegaskan bahwa kemandirian energi hanya bisa dicapai apabila seluruh rantai pasok etanol—mulai dari bahan baku, produksi, hingga distribusi dikelola industri nasional. “Kebijakan energi hijau harus berdampak pada peningkatan kapasitas nasional, bukan memperkuat ketergantungan impor,” ujarnya.

Sebagai penutup, legislator asal daerah pemilihan Tuban-Bojonegoro itu mengingatkan pemerintah agar menjadikan pengalaman implementasi biodiesel sebagai pelajaran. “Pemerintah harus belajar dari pengalaman biodiesel, di mana kesiapan industri menjadi kunci keberhasilan. Jangan sampai E10 justru menjadi beban baru dalam ketahanan energi nasional,” tutup Ratna.

Pilihan Untukmu