
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menyoroti temuan adanya peserta BPJS Kesehatan berpenghasilan hingga Rp100 juta per bulan namun masih menerima subsidi iuran negara sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Temuan tersebut dinilai menunjukkan masih adanya celah serius dalam pemutakhiran dan verifikasi Data PBI.
Yahya menegaskan ketepatan sasaran menjadi kunci keberlanjutan program BPJS Kesehatan. Ketika peserta golongan mampu masih menerima subsidi, beban fiskal negara otomatis meningkat. “Ini bukan sekadar anomali administratif, tetapi celah struktural dalam sistem data dan verifikasi peserta,” ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap adanya peserta dengan penghasilan tinggi—bahkan lebih dari Rp100 juta per bulan—yang masih tercatat sebagai PBI. Berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), terdapat 10,84 juta jiwa penerima PBI yang sebenarnya masuk kategori desil 6 hingga 10 atau masyarakat mampu.
Padahal, program PBI diperuntukkan hanya bagi masyarakat di desil 1 sampai 5. Karena itu, Yahya menilai prinsip keadilan dalam jaminan sosial harus ditegakkan. “Bantuan negara harus diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak dan tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat data,” tegasnya.
DPR, lanjut Yahya, memiliki tanggung jawab memastikan pengelolaan jaminan sosial berjalan sesuai standar nasional. Ia menekankan bahwa pemutakhiran data peserta harus dilakukan berkala dan berbasis integrasi lintas kementerian dan lembaga.
Yahya juga mendorong percepatan interoperabilitas data antara BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, serta pemerintah daerah untuk menutup potensi penyimpangan. “Kami ingin memastikan tata kelola jaminan sosial benar-benar melindungi masyarakat rentan,” ucapnya.
Ia menegaskan seluruh masukan masyarakat terkait ketidaktepatan subsidi BPJS akan dikawal dalam proses evaluasi dan pengawasan pemerintah. “Aspirasi publik tidak hanya dicatat, tetapi menjadi bagian integral dalam perbaikan kebijakan jaminan sosial,” tutupnya.




















