Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa pola makan intermiten atau intermitten fasting --juga dikenal sebagai puasa berselang-- adalah hubungan antara pola makan ini dan risiko kematian yang lebih tinggi akibat penyakit jantung.
Menurut situs Medical News Today pada 18 Maret 2024, metode puasa berselang melibatkan siklus bergantian antara makan dan berpuasa, dengan pola makan terbatas menjadi salah satu metode yang paling umum.
Ada beberapa metode yang mendukung pola makan ini, seperti metode 16/8, yang melibatkan berpuasa selama enam belas jam dan makan dalam jendela waktu delapan jam, atau metode 14/10, yang melibatkan berpuasa selama empat belas jam dan makan dalam jendela waktu sepuluh jam.
Anda mungkin melihat berita utama di berita yang banyak di-cover berbagai medsos bahwa puasa intermiten meningkatkan kematian kardiovaskular sebesar 91 persen. Mengingat popularitas puasa intermiten, itu pasti akan menjadi sensasi semata. Ada beberapa alasan mengapa kita harus secara selektif mengabaikan cerita ini.
Singkatnya, puasa intermiten mungkin tidak akan menaikkan kemungkinan kita untuk meninggal lebih awal. Tetapi setidaknya ada satu alasan bagus mengapa kita perlu meninjau studi ini secara rinci. Hal ini dapat menjadi contoh bagus bagaimana terjadinya kesimpulan dari suatu penelitian acak random dalam ilmu kedokteran.
Hal ini dimulai dari diberitakannya sebuah studi yang dipresentasikan pada konferensi American Heart Association (AHA) Epidemiologi dan Pencegahan/Gaya Hidup di Chicago, Amerika Serikat tanggal 18 Maret 2024. Para peneliti menganalisa dua kumpulan data terpisah untuk mempelajari implikasi jangka panjang dari diet yang telah menjadi populer yang dilakukan orang-orang selebriti seperti Elon Musk, Jennifer Aniston, dan bahkan Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak.
Sementara masyarakat cenderung menyebut tren diet ini sebagai puasa intermiten, kita mungkin harus menyebutnya lebih akurat sebagai "makan yang dibatasi waktu" seperti yang mereka lakukan dalam penelitian.