
JAKARTA – Direksi Jawa Pos membeberkan kronologi sengketa hukum dengan Nany Wijaya dan Dahlan Iskan terkait kepemilikan aset perusahaan. Kuasa hukum Jawa Pos, Daniel, menyatakan bahwa masalah ini berawal dari upaya penertiban administrasi aset yang masih tercatat atas nama mantan direksi, bukan perusahaan.
“Persoalan ini muncul ketika PT Jawa Pos berusaha menertibkan dokumen administrasi aset yang masih di atas nama mantan direksi, sehingga terpaksa ditempuh jalur hukum,” ujar Daniel dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (14/7).
Kasus ini melibatkan PT Dharma Nyata Press (DNP), penerbit majalah Nyata, yang didirikan pada 1991. Saat itu, pendirian perusahaan menggunakan nama Dahlan Iskan sebagai pemegang saham atas nama Jawa Pos. Praktik tersebut lazim dilakukan untuk keperluan perizinan SIUP.
Pada 1999, Jawa Pos mengakuisisi PT DNP dengan pembelian saham melalui nama Nany Wijaya (45%) dan Dahlan Iskan (55%). Meski demikian, keduanya telah menyatakan bahwa PT DNP sepenuhnya milik Jawa Pos. Pernyataan ini tercatat dalam dokumen hukum dan notulen rapat.
“Nany Wijaya dalam berbagai dokumen resmi, termasuk akta otentik, telah menjamin bahwa saham PT DNP mutlak milik Jawa Pos,” tegas Daniel.
Status PT DNP sebagai anak perusahaan Jawa Pos juga tercermin dalam dokumen resmi dan kop surat yang mencantumkan logo Jawa Pos Group. Namun, masalah muncul ketika Nany diberhentikan dari jabatannya pada 2017.
“Setelah pemberhentiannya pada 21 Juni 2017, Nany mengklaim PT DNP sebagai milik pribadi dan menyangkal dokumen yang menegaskan kepemilikan Jawa Pos,” jelas Daniel.
Selain itu, dividen PT DNP senilai Rp89 miliar dari tahun 2014–2016 diduga tidak diserahkan ke Jawa Pos, padahal sebelumnya berjalan lancar.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi penetapan Dahlan Iskan dan Nany Wijaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan penggelapan oleh Polda Jatim.
“Kami meminta semua pihak menghormati proses hukum dan percaya Polri sebagai institusi profesional,” tutup Daniel.
Sebelumnya, beredar surat penetapan tersangka terhadap Dahlan Iskan dan Nany Wijaya berdasarkan laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap pada September 2024. Gelar perkara pada 2 Juli 2025 menyimpulkan keduanya naik status dari saksi menjadi tersangka.