
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto meminta agar polemik mengenai utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak dilihat dari perhitungan untung rugi semata, melainkan dari manfaat yang dirasakan masyarakat. Ia menegaskan bahwa keberadaan sarana transportasi modern seperti Whoosh merupakan tanggung jawab pemerintah melalui mekanisme public service obligation.
"Jadi saya sekarang tanggung jawab Whoosh. Whoosh itu, semua pabrik transportasi di seluruh dunia, jangan dihitung untung rugi, hitung manfaat nggak untuk rakyat. Di seluruh dunia begitu, ini namanya public service obligation," kata Prabowo dalam peresmian Stasiun Tanah Abang Baru di Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 4/11/2025.
Presiden meminta publik tidak perlu meributkan masalah Whoosh dan menyatakan kesiapannya untuk menanggung jawab permasalahan tersebut. "Enggak usah khawatir ribut-ribut Whoosh. Saya sudah pelajari masalahnya. Tidak ada masalah, saya akan tanggung jawab nanti Whoosh semuanya," bebernya. Prabowo menegaskan bahwa dirinya telah menghitung seluruh permasalahan di Whoosh dan meminta PT Kereta Api Indonesia tidak perlu khawatir.
Kepala Negara juga menjelaskan bahwa pemerintah selama ini telah memberikan subsidi harga tiket kereta kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab menghadirkan transportasi yang terjangkau. "Tadi disampaikan Menhub, semua kereta api kita, pemerintah subsidi 60 persen, rakyat bayar 20 persen. Ya ini kehadiran negara, ini kehadiran negara. Dari mana uang itu? dari uang rakyat, dari pajak, dari kekayaan negara. Makanya kita harus mencegah semua kebocoran," tandas Prabowo.
Sebagai informasi, Kereta Cepat Jakarta-Bandung menghadapi beban utang yang cukup signifikan. PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, entitas anak KAI yang menaungi konsorsium BUMN untuk Whoosh, tercatat merugi hingga Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Kerugian ini masih berlanjut pada semester I tahun 2025 dengan nilai Rp 1,625 triliun. Sebagai pemimpin konsorsium, KAI memegang porsi saham terbesar di PSBI sebesar 58,53 persen, disusul oleh Wika dengan 33,36 persen, Jasa Marga 7,08 persen, dan PTPN VIII 1,03 persen.




















