
JAKARTA - Pemerintah menyegel 250 ton beras ilegal yang masuk melalui wilayah Sabang, Aceh. Tindakan cepat ini diumumkan Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman setelah menerima laporan resmi pada Minggu (23/11/2025). Ia menegaskan bahwa pemasukan beras tersebut tidak memiliki izin dan bertentangan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memastikan stok beras nasional berada pada posisi terbaik sehingga tidak memerlukan impor.
Amran menyebut laporan awal menunjukkan indikasi kuat praktik impor ilegal. Menindaklanjuti hal itu, ia langsung berkoordinasi dengan Kapolda Aceh, Kabareskrim Polri, Pangdam, serta Menteri Perdagangan. Hasil verifikasi menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin impor untuk beras yang dimaksud. Atas temuan tersebut, aparat menghentikan aktivitas distribusi dan menyegel seluruh barang, termasuk menelusuri pihak-pihak terkait seperti perusahaan yang beroperasi di Sabang.
Dalam Konferensi Pers di Jakarta Amran menegaskan bahwa stok beras nasional saat ini lebih dari cukup. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional tahun ini diperkirakan mencapai 34,7 juta ton—angka tertinggi sejak 2019. Sementara stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Perum Bulog mencapai 3,8 juta ton, juga menjadi rekor tertinggi beberapa tahun terakhir.
Proyeksi Neraca Beras Januari–Desember 2026 per 5 November menunjukkan stok beras nasional dapat mencapai 12,89 juta ton pada awal 2026, termasuk carry over stok akhir 2025 di berbagai lini. Di Provinsi Aceh, neraca pangan juga menunjukkan surplus 871,4 ribu ton. Sabang sendiri masih surplus 970 ton dengan ketersediaan 5.911 ton dan konsumsi 4.940 ton. "Jadi tidak ada alasan untuk impor. Di mana nasionalismenya? Ini menyangkut kehormatan bangsa," tegas Amran.
Amran juga mengungkap adanya kejanggalan dalam kasus tersebut. Risalah rapat koordinasi di Jakarta pada 14 November 2025 menunjukkan permohonan impor beras telah ditolak pemerintah. Namun, izin ekspor dari negara asal Thailand justru telah terbit lebih dulu. Hal ini mengindikasikan adanya upaya terencana yang tidak sesuai prosedur, sehingga bertentangan dengan instruksi Presiden yang mewajibkan seluruh pejabat dan pelaku usaha mematuhi kebijakan penguatan ketahanan pangan nasional.
Pemerintah kini mendalami kemungkinan praktik serupa terjadi di wilayah lain, termasuk Batam. Aparat kepolisian dan lembaga terkait telah ditugaskan melakukan verifikasi dan penindakan. “Kami umumkan kasus ini hari ini agar menjadi peringatan. Jangan ada yang mencoba melakukan hal serupa. Meskipun hari ini hari libur, kami langsung rapat karena ini menyangkut kepentingan dan harga diri bangsa,” tegas Amran.




















