
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Sidang Paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025). Pengesahan tersebut diketok oleh pimpinan sidang setelah semua fraksi menyatakan persetujuannya.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin jalannya sidang terlebih dahulu menanyakan persetujuan dari seluruh fraksi yang hadir. "Tibalah saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara. Apakah dapat disetujui menjadi UU?" tanya Dasco kepada peserta sidang. Jawaban "Setuju" dari seluruh fraksi kemudian disusul dengan ketukan palu yang menandakan pengesahan UU tersebut.
Sidang paripurna DPR hari ini dihadiri oleh 292 orang anggota dari total 579 anggota DPR. "Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada permulaan rapat paripurna hari ini telah ditandatangani oleh 152 orang anggota, dan izin 140 anggota, dengan total 292 orang dari 579 anggota DPR RI dan dihadiri anggota oleh seluruh fraksi yang ada di DPR RI," jelas Dasco. Selain Dasco, rapat juga dihadiri oleh pimpinan DPR RI lainnya seperti Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa.
Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara Endipat Wijaya mengungkapkan bahwa UU ini akan mengatur sinkronisasi lembaga-lembaga yang berkepentingan atas ruang udara. Kehadiran UU ini diklaim akan membuat tidak hanya satu lembaga yang bertanggung jawab atas persoalan ruang udara. UU Pengelolaan Ruang Udara juga diharapkan dapat menjadi dasar hukum bagi kementerian terkait ketika muncul teknologi terbaru seperti drone taxi maupun balon udara pengangkut barang. "Kita kasih dalam undang-undang ini payung hukumnya itu dipegang oleh teman-teman Kementerian Perhubungan," ujar Endipat pada 17 September 2025.
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan bahwa kehadiran UU Pengelolaan Ruang Udara juga bisa menjadi dasar hukum terkait mekanisme penyidikan mengenai dugaan pelanggaran di ruang udara. Hal ini penting mengingat selama ini terdapat kewenangan penyidikan yang tumpang tindih antarkementerian atau lembaga terkait. "Penyidikan selama ini kalau di ruang udara itu kadang-kadang tumpang tindih, TNI AU ngerjain apa, PPNS ngerjain apa, polisi ngerjain apa. Nah di undang-undang ini kita perjelas," tutur Endipat.
Sementara itu, dikutip dari situs Kementerian Pertahanan, RUU Pengelolaan Ruang Udara disusun karena ruang udara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki nilai strategis dan perlu dikelola secara tepat guna, berhasil guna, dan berkelanjutan. Pengaturan ini disebut penting untuk menjamin kedaulatan penuh atas wilayah udara nasional, menetapkan batas vertikal hingga 110 km dari permukaan laut, serta mengatur pemanfaatan ruang udara untuk kepentingan pertahanan, penerbangan, perekonomian nasional, sosial budaya, dan lingkungan hidup.
Selain itu, RUU ini juga memuat pengaturan penetapan kawasan udara terlarang, terbatas, berbahaya, zona identifikasi pertahanan udara (Air Defence Identification Zone/ADIZ), hingga kawasan subantariksa Indonesia. Aturan tersebut diarahkan untuk memperkuat kedaulatan, meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan, serta melindungi objek vital nasional baik di wilayah udara maupun di ruang udara internasional yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia.




















