Di Indonesia tidak hanya ada peringatan Hari Ibu Nasional
pada 22 Desember. Pada 12 November diperingati sebagai Hari Ayah Nasional,
sebagai momen untuk menghormati dan menghargai peran ayah dalam keluarga.
Peringatan ini tidak hanya menjadi ajang untuk mengekspresikan
kasih sayang kepada sosok ayah, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya
hubungan antara anak dan orang tua.
Selain itu, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya peran ayah dalam pembentukan karakter dan pendidikan
anak.
Hari Ayah Nasional pertama kali dideklarasikan pada 12
November 2006 di Balai Kota Solo, Jawa Tengah. Peringatan ini diprakarsai oleh
Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP), sebuah organisasi lintas agama dan
budaya.
Inisiatif ini muncul setelah PPIP menyelenggarakan acara
"Sayembara Menulis Surat untuk Ibu" pada tahun 2014, di mana banyak
peserta menanyakan tentang adanya peringatan serupa untuk ayah.
Setelah melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Surakarta dan tidak mendapatkan jawaban memuaskan mengenai
keberadaan Hari Ayah, PPIP akhirnya menggelar deklarasi Hari Ayah Nasional.
Acara ini dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai kalangan
dan juga dilakukan secara bersamaan di Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Dalam deklarasi tersebut, diluncurkan pula buku berjudul "Kenangan untuk
Ayah," yang berisi surat-surat dari anak-anak Nusantara.
Berbeda dari Hari Ayah Nasional di Indonesia yang
diperingati pada 12 November, Hari Ayah Sedunia atau Father's Day dirayakan pada minggu ketiga bulan Juni.
Asal usul Hari Ayah Sedunia bermula dari kisah Sonora Smart
Dodd yang ingin menghormati ayahnya, William Jackson Smart, seorang veteran
Perang Sipil yang membesarkan enam anak setelah istrinya meninggal dunia. Hari
Ayah Sedunia pertama kali dirayakan pada 19 Juni 1910 di Amerika Serikat.
Indonesia dilaporkan memiliki salah satu tingkat fatherless tertinggi di dunia, dengan
sekitar 20,9% anak-anak tidak memiliki figur ayah yang aktif dalam kehidupan
mereka.
Fatherless merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak yang mengalami tumbuh kembang
tanpa kehadiran sosok ayah, baik secara fisik maupun psikologis. Fatherless disebabkan oleh beragam
faktor, seperti kematian ayah, perceraian orang tua, sampai tidak bertanggung
jawabnya seorang ayah sebagai orang tua.
Secara fisik, fatherless
berarti anak tidak memiliki seorang ayah yang tinggal bersamanya. Bisa jadi
karena si anak tinggal bersama ibu, nenek, maupun pengasuh lainnya.
Sedangkan secara psikologis, fatherless merujuk pada kedekatan seorang anak pada ayahnya yang
tidak terlihat. Artinya, ayah mungkin masih terlibat dalam pengasuhannya,
tetapi anak tidak memiliki rasa kedekatan sama sekali dengan sang ayah.
Fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Meningkatnya tingkat perceraian di Indonesia menyebabkan banyak anak kehilangan
akses kepada salah satu orang tua.
Data menunjukkan bahwa kasus perceraian meningkat dari
447.743 pada tahun 2021 menjadi 516.334 pada tahun 2022. Selain itu, banyak
ayah yang harus bekerja jauh dari rumah untuk mencari nafkah, meninggalkan
keluarga mereka dalam jangka waktu yang lama.
Budaya patriarki yang kuat juga menjadi salah satu faktor
lainnya. Hal ini disebabkan oleh
penempatan tanggung jawab pengasuhan sepenuhnya pada ibu, sehingga
mengurangi peran aktif ayah dalam kehidupan anak.
Dengan adanya peringatan Hari Ayah ini, diharapkan menjadi upaya sebagai pendekatan diri baik dari seorang anak kepada ayahnya, maupun sebaliknya.
(fda)