Setelah Presiden Prabowo Subianto menandatangani MoU Project Funding Agreement dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, Sabtu (09/11/2024), hubungan bilateral antara kedua negara semakin erat, khususnya dalam bidang energi terbarukan. Langkah ini menjadi langkah strategis, terutama untuk mempercepat transisi Indonesia menuju energi bersih sekaligus sebagai respons dari China terhadap kondisi geopolitik saat ini.
Keputusan pemerintah China untuk memindahkan sebagian besar investasi ke Indonesia tidak lepas dari dinamika perdagangan global. Sejak Pemerintah Amerika Serikat mulai menerapkan tarif dagang yang ketat terhadap beberapa negara penghasil panel surya di Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Kamboja, banyak perusahaan besar asal China yang mencari pasar baru untuk mengalihkan produksinya. Amerika Serikat, dalam upaya melindungi industri lokalnya, memberlakukan kebijakan tarif tinggi pada ekspor panel surya dari negara-negara tersebut sejak tahun 2023, dengan perluasan kebijakan ini pada Oktober 2024. Dampak tarif ini sangat terasa bagi para produsen, mengingat beberapa pabrik panel surya milik China dengan kapasitas yang besar di Vietnam memangkas produksinya.
Di sisi lain, Indonesia dan Laos mendapatkan keuntungan karena statusnya yang terproteksi dari kebijakan tarif tersebut. Hal ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menerima lebih banyak investasi asing di sektor energi, termasuk pengembangan panel surya. Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen energi terbarukan yang dapat memasok kebutuhan energi dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Langkah China ini juga bisa dimaknai sebagai bentuk penghindaran dari ketergantungan pasar Amerika Serikat. Dengan membuka pabrik panel surya di Indonesia, pemerintah China secara tidak langsung berusaha untuk menghindari perdagangan Amerika Serikat salah satunya perdagangan panel surya. Alih-alih bergantung pada ekspor ke negara-negara yang terkena tarif tinggi, mereka lebih memilih pasar-pasar yang memiliki hubungan ekonomi dan politik yang lebih stabil dengan China.
Indonesia yang selama ini menjadi importir produk energi, terutama listrik, diharapkan bisa menjadi produsen mandiri dengan bantuan investasi ini. Usaha tersebut tentunya akan melibatkan transfer teknologi dari perusahaan-perusahaan China kepada tenaga kerja lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan serta kualitas produksi nasional di sektor energi terbarukan
(Gin)