Dengan lonjakan popularitas global baru-baru ini, bubuk matcha berada di urutan teratas daftar belanja semua orang. Selama berbulan-bulan, video “Japan Haul” telah menampilkan lusinan kaleng matcha yang disukai wisatawan di Kyoto dan Tokyo.
Karena hal tersebut, permintaan bubuk matcha Jepang meroket, memicu kekhawatiran akan kelangkaan. Selama beberapa bulan terakhir, produsen matcha terkemuka di Jepang mulai membatasi jumlah yang dapat dibeli oleh pelanggan. Konsumerisme matcha massal ini sepertinya akan segera terhenti karena permintaan yang ekstrim telah menyebabkan kekurangan matcha yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jepang.
Saat musim dingin mendekat, peminum matcha memiliki akses terbatas terhadap minuman hangat favorit mereka. Mengingat nilai terendah yen Jepang dan overtourisme yang terjadi pada tahun lalu, kekurangan matcha ini menunjukkan masalah konsumsi berlebih yang lebih luas.
Baca Juga : Jadwal timnas U-16 Indonesia pada Piala AFF
Kelangkaan matcha ini tidak hanya melanda Jepang, melainkan kedai teh dan kafe di Singapura juga merasakannya. Banyak yang menaikkan harga minuman matcha sebesar 10% hingga 15% sejak pertengahan Oktober.
Baca Juga : Restitusi bagi korban TPPO penjualan ginjal
Merek teh Jepang yang menjual bubuk matcha telah berjuang untuk memenuhi permintaan besar yang dibebankan pada toko fisik dan online mereka. Banyak dari mereka yang menghentikan penjualan produk matcha secara bersamaan.
Alasan utama mengapa matcha memiliki status premium yang bertahan lama dan harga yang lebih tinggi adalah proses produksinya yang rumit dan memakan waktu. Daun teh terbaik hanya dipanen setahun sekali, dalam jangka waktu yang sangat terbatas, yaitu kurang dari dua bulan. Maka tidak mengherankan jika matcha di Jepang hampir habis pada tahun ini.