
JAKARTA – Seorang mantan aparatur sipil negara (ASN), Muhammad Taufik (65), menjadi saksi dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (21/5). Dalam sidang tersebut, Taufik menceritakan kisah nyata soal tabungan perumahan yang diikutinya sejak 1994.
Taufik menyampaikan bahwa dirinya tergabung dalam program Bapertarum PNS, yang saat itu ditujukan untuk membantu PNS membeli rumah melalui bantuan uang muka (DP). “Awalnya bantuan DP-nya sebesar Rp 1,5 juta, dan iuran bulanannya tergantung golongan,” ujar Taufik.
Tabungan Puluhan Tahun Tak Seimbang dengan Hasil
Menurut Taufik, potongan iuran selama 23 tahun berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per bulan, tergantung pada golongan PNS. Meskipun ia tidak memanfaatkan bantuan DP karena telah mencicil rumah sendiri sejak 1990, ia tetap menjadi peserta program hingga pensiun pada 2018.
Namun, saat mencairkan tabungan tersebut setelah pensiun, jumlah yang diterima hanya Rp 5.720.000. "Saya ambil uangnya saat pensiun bulan Maret 2018. Itu hasil tabungan saya selama 23 tahun lebih," kata Taufik sambil tersenyum getir.
Angka tersebut bahkan disebutnya tak jauh berbeda dari UMP Jakarta 2025 yang mencapai Rp 5.396.761. Kesaksiannya menjadi cermin nyata bagaimana program tabungan jangka panjang bisa berujung hasil yang minim.
Tapera Digugat karena Dinilai Memberatkan Pekerja
Sidang ini merupakan bagian dari perkara Nomor 134/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh 11 serikat pekerja. Mereka menggugat pasal-pasal dalam UU Tapera yang mewajibkan iuran sebesar 2,5 persen dari gaji pekerja.
Pihak pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menghapus kata “wajib” dalam Pasal 7 Ayat (1) dan menggantinya dengan “dapat” agar sifatnya sukarela. Mereka juga menyoroti Pasal 9 Ayat (1) yang mengharuskan pemberi kerja mendaftarkan semua pekerja.
Taufik sendiri mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah sistem Tapera saat ini identik dengan Bapertarum yang ia ikuti di masa lalu. Namun, ia menekankan bahwa kisahnya adalah bukti dari pengalaman panjang yang tidak menghasilkan manfaat sesuai harapan.
Polemik Tapera dan Kebutuhan Reformasi Program Perumahan
Kasus ini memicu perdebatan luas tentang efektivitas dan transparansi program tabungan perumahan bagi pekerja, baik PNS maupun swasta. Pemerintah melalui Tapera berharap dapat membantu masyarakat memiliki rumah, namun kepercayaan publik menjadi tantangan utama.
Kesaksian Muhammad Taufik memberikan gambaran nyata bahwa kebijakan iuran wajib, tanpa jaminan pengembalian manfaat yang memadai, bisa menimbulkan kerugian moral dan ekonomi bagi peserta. Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi untuk menentukan apakah program ini akan direvisi sesuai aspirasi pekerja.