Breaking News :
KanalLogoLogo
Kamis, 21 Agustus 2025

Hukum

Setya Novanto Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin Setelah Hukuman Disunat

Mita BerlianaMinggu, 17 Agustus 2025 23:49 WIB
Setya Novanto Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin Setelah Hukuman Disunat

setya novanto

ratecard

JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto telah bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat. Pembebasan ini menyusul dikabulkannya permohonan peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung yang memotong masa hukumannya.  


"Berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali, batas hukuman Setya Novanto sudah melampaui waktunya. Seharusnya beliau sudah bebas sejak 25 Juli 2025 lalu," ujar Yasonna di Jakarta, Minggu (17/8/2025).  


Menurut Yasonna, Novanto tidak diwajibkan melapor setelah pembebasan karena telah melunasi denda subsidier sebesar Rp 500 juta. "Tidak ada kewajiban lapor karena denda sudah dibayarkan seluruhnya," tegasnya.  


Mahkamah Agung dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dibacakan pada 2 Juli 2025 telah mengabulkan permohonan PK Novanto. Vonis hukumannya dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Selain itu, Novanto tetap diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS setelah dikurangi Rp 5 miliar yang telah disetorkan sebelumnya.  


Kasus korupsi proyek e-KTP yang menjerat Novanto bermula ketika KPK menangkapnya pada 2017. Proyek senilai Rp 5,9 triliun ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun akibat mark up dan penggelembungan dana.  


Novanto yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar ini divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018 oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selama menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Novanto mendapatkan berbagai remisi termasuk remisi kemerdekaan dan remisi khusus hari raya.  


Pembebasan Novanto ini menandai akhir dari proses hukum yang berjalan selama 8 tahun sejak kasus ini pertama kali terungkap. Kasus e-KTP sendiri melibatkan banyak pihak termasuk pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota DPR, dan pengusaha yang bekerja sama dalam skema korupsi berjamaah.  


KPK sebagai lembaga penyidik menyatakan menghormati keputusan Mahkamah Agung meskipun sebelumnya menuntut hukuman maksimal bagi Novanto. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keputusan pemotongan hukuman ini dengan menyatakan bahwa pelaku korupsi besar seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat.

Pilihan Untukmu