
JAKARTA - Keluhan warga terhadap penggunaan strobo dan sirene di jalan raya Jakarta semakin sering terdengar. Banyak pengendara menilai bunyi bising dari kendaraan pengawalan itu bukan hanya mengganggu, tetapi juga memicu emosi dan stres di tengah kemacetan.
Naufal (31), seorang pengusaha asal Jakarta Barat, mengaku kerap merasa jengkel setiap kali mendengar suara sirene. Ia merasa tidak adil harus minggir untuk pejabat yang hanya hendak rapat atau urusan biasa, sementara semua orang sama-sama membayar pajak dan terburu-buru. Keluhan serupa disampaikan Dwi (40), karyawan swasta, yang menilai pejabat seharusnya hanya menggunakan pengawalan untuk kepentingan yang benar-benar mendesak, bukan untuk urusan seperti rapat atau pulang kantor. Ia membandingkannya dengan aturan di negara lain yang hanya memperbolehkan kepala negara dan wakilnya menggunakan fasilitas tersebut.
Tami (39), warga lainnya, berharap aparat lebih tegas menindak penyalahgunaan strobo dan sirene, termasuk yang digunakan untuk acara pernikahan atau mobil pribadi. Ia menegaskan bahwa fasilitas negara yang dibiayai dari pajak masyarakat harus digunakan secara bijak.
Menanggapi hal ini, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah mengingatkan bahwa strobo dan sirene hanya boleh digunakan untuk kendaraan prioritas seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, dan tamu negara berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135. Pelanggar dapat dijerat dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp 250.000.
Belakangan, muncul gerakan "Stop Tot Tot Wuk Wuk" di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat. Gerakan ini mendesak aparat untuk bertindak tegas guna mencegah keresahan dan ketidakadilan di jalan raya.