
JAKARTA - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menilai langkah BPJS Kesehatan yang menonaktifkan kepesertaan 50.000 warga penerima bantuan iuran di Pamekasan, Jawa Timur, berpotensi melanggar hak asasi manusia. Penonaktifan ini dilakukan karena adanya tunggakan pembayaran iuran oleh Pemerintah Kabupaten Pamekasan senilai Rp 41 miliar.
Willy Aditya menyatakan bahwa "Langkah BPJS menyandera hak kesehatan warga demi menekan Pemkab sebagai tindakan keliru secara konstitusional." Ia mengingatkan bahwa BPJS Kesehatan dibentuk melalui undang-undang untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, bukan sebagai lembaga asuransi komersial. "BPJS dibuat oleh negara untuk melayani warga. Jangan lantas cara berpikir dan bertindak seolah swasta murni. Main putus layanan, ancam sana-sini, bukan begitu caranya," tegas Willy.
Politikus Nasdem itu juga menekankan bahwa "Jangan disamakan dengan pembayaran premi. Apalagi seperti ini, jangan menyandera hak asasi warga Pamekasan untuk mengancam Pemerintah Kabupaten." Atas dasar itu, Willy mendesak BPJS Kesehatan dan Pemkab Pamekasan untuk segera berdialog mencari solusi, mengingat besaran tunggakan hanya 5 persen dari total 872.009 warga yang taat iuran dan tidak sampai 1 persen dari APBD Pamekasan yang mencapai Rp 2 triliun.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan dr. Saifudin mengonfirmasi bahwa "Posisi kita saat ini cut off. Karena ada tunggakan kurang lebih Rp 41 miliar," yang menyebabkan 50.000 peserta tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis. BPJS memberikan syarat minimal pembayaran 6 bulan dari total tunggakan 7 bulan untuk mencabut penghentian layanan. Saat ini masyarakat Pamekasan yang membutuhkan layanan kesehatan harus menggunakan layanan umum karena belum bisa mengakses fasilitas BPJS Kesehatan.