
JAKARTA - Sebanyak 106 Warga Negara Indonesia ditangkap oleh otoritas Kamboja karena diduga terlibat dalam jaringan penipuan daring. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina yang kemudian meminta pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI di Kamboja untuk segera menindaklanjuti kabar tersebut. Arzeti menekankan, "Negara wajib hadir memberi perlindungan bagi seluruh WNI, meski ada dugaan keterlibatan, dan memastikan proses hukum berlangsung adil dan transparan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis, 6 November 2025.
Berdasarkan informasi yang diterima Arzeti, penangkapan tersebut dilakukan oleh pihak berwenang di Phnom Penh dalam operasi pemberantasan penipuan siber pada Jumat, 31 Oktober 2025. Operasi ini juga dilaporkan oleh sejumlah media internasional. Dari lokasi penangkapan di sebuah gedung di Distrik Tuol Kork, pihak berwenang menyita puluhan telepon genggam, komputer desktop, serta dua mobil yang diduga digunakan untuk aktivitas penipuan daring. Otoritas Kamboja menangkap 106 WNI dalam operasi itu, termasuk 36 perempuan di antaranya.
Arzeti menilai kasus ini membuktikan masih lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan mobilitas pekerja migran Indonesia, khususnya ke negara yang belum memiliki kerja sama penempatan tenaga kerja dengan Indonesia. "Pemerintah seharusnya memastikan perlindungan pekerja migran dimulai sejak pra-penempatan, dengan pengawasan ketat terhadap perekrutan ilegal," kata politikus PKB tersebut. Dia juga mengingatkan pentingnya penguatan edukasi publik, seraya mengatakan, "Di saat yang sama, edukasi publik harus digencarkan agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri yang tidak resmi."
Sebelumnya, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah menyatakan bahwa tidak ada kerja sama penempatan pekerja migran antara Indonesia dengan Kamboja, Myanmar, dan Thailand.




















