
SULSEL - Pengembangan kasus penculikan balita Bilqis Ramdhani (4) di Makassar berhasil mengungkap keberadaan sindikat perdagangan anak yang beroperasi lintas provinsi. Kapolda Sulsel Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengungkapkan bahwa hasil penyelidikan menunjukkan jaringan tindak pidana perdagangan orang ini beroperasi di beberapa wilayah hukum kepolisian daerah, termasuk Polda Bali, Polda Jawa Tengah, Polda Jambi, dan Polda Kepulauan Riau. “Perkembangannya, ada beberapa TKP yang berkaitan dengan penjualan anak atau bayi. Saat ini tersangka sudah berbicara terkait TKP lain. Kami sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri,” kata Djuhandhani dalam konferensi pers di Mapolda Sulsel pada Kamis (13/11/2025).
Temuan ini telah dilaporkan ke Bareskrim Polri dan sedang didalami lebih lanjut oleh Direktorat PPA-PPO serta Direktorat Tipidum. “Kami sudah melaporkan kepada Kabareskrim dan berkoordinasi dengan jajaran terkait,” ujarnya. Djuhandhani menegaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus penculikan Bilqis menjadi bukti komitmen kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto menyatakan bahwa penyidik kini menelusuri jejak digital para tersangka yang diamankan, termasuk komunikasi di ponsel mereka. “Polda masih terus melakukan pengembangan, karena menurut keterangan dua tersangka, mereka bukan hanya sekali menculik anak di bawah umur,” kata Didik.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan empat tersangka yaitu Sri Yuliana alias SY (30) warga Makassar, Nadia Hutri alias NH (29) warga Sukoharjo, Jawa Tengah, serta Meriana alias MA (42) dan Adit Prayitno Saputra alias AS (36) yang merupakan pasangan kekasih asal Merangin, Jambi. Dari hasil interogasi, terungkap bahwa NH, MA, dan AS merupakan bagian dari sindikat TPPO lintas provinsi. NH mengaku sudah tiga kali memperdagangkan anak, sementara MA dan AS telah sembilan kali menjual anak di bawah umur melalui platform media sosial Facebook dan TikTok. “Saat ini penyelidikan masih berlanjut. Kami juga mempelajari percakapan digital mereka, termasuk akun penjual yang digunakan,” ujar Didik. Ponsel menjadi pintu masuk utama penyelidikan untuk menelusuri dugaan jaringan adopsi ilegal mengingat para pelaku memanfaatkan media sosial untuk menjalankan aksi kejahatan mereka.




















