
JAKARTA - Sebanyak 150 Warga Negara Indonesia yang berada di Semenanjung Malaysia saat ini menghadapi ancaman hukuman mati. Mereka adalah para tersangka atau terpidana yang kasusnya masih dalam tahap penyidikan, persidangan, maupun proses banding, berdasarkan data yang dihimpun oleh Atase Hukum Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia. Mayoritas dari kasus-kasus ini terkait dengan tindak pidana narkotika, di mana WNI terlibat sebagai kurir, korban penipuan sindikat, atau pihak yang terlibat tanpa pemahaman penuh atas konsekuensi hukumnya. Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kuala Lumpur, Danang Waskito, menyatakan bahwa selain narkoba, terdapat pula kasus-kasus berat lain seperti pembunuhan. “Selain itu, terdapat pula kasus pembunuhan dan tindak pidana berat lainnya yang juga menuntut perhatian serius, karena masing-masing kasus memiliki dimensi hukum, sosial, dan kemanusiaan yang berbeda,” kata Danang dalam siaran pers Kementerian Hukum, Selasa (2/12/2025).
Danang menjelaskan bahwa Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur bersama dengan Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru dan Penang memiliki tugas untuk memastikan setiap WNI yang terancam hukuman mati mendapatkan pendampingan hukum yang memadai dan menjalani proses peradilan yang adil atau fair trial. Berbagai upaya telah dilakukan, antara lain dengan menunjuk pengacara pembela bagi WNI yang tidak mampu secara finansial, memantau langsung jalannya persidangan, melakukan kunjungan konsuler ke tempat tahanan, serta membangun komunikasi dengan otoritas hukum Malaysia seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan. “Hal ini untuk memperoleh informasi akurat dan memperjuangkan perlakuan yang manusiawi bagi para WNI, hingga menyiapkan dukungan advokasi dan komunikasi diplomatik, terutama pada tahap-tahap krusial seperti permohonan pengampunan kepada Yang di-Pertuan Agong atau Sultan Negeri,” ujar dia.
Namun, Danang mengakui bahwa tantangan yang dihadapi masih sangat besar. Setiap kasus memiliki dinamika hukumnya sendiri, mulai dari kesulitan dalam pembuktian, kendala bahasa, hingga keterbatasan pemahaman hukum dari pihak terdakwa. “Oleh karena itu, koordinasi lintas lembaga menjadi kunci utama dalam memperkuat efektivitas pelindungan hukum dan diplomatik bagi para WNI,” tuturnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum, Hantor Situmorang, menekankan peran substantif Atase Hukum sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri. Ia juga menyebutkan bahwa isu kewarganegaraan merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. “Kegiatan ini tidak hanya wujud kepedulian negara terhadap WNI yang terjerat hukuman mati di luar negeri, tetapi memastikan pemahaman dan interpretasi yang tepat terhadap sistem hukum nasional kita, sekaligus menjembatani komunikasi hukum lintas negara,” kata Hantor. Ia menambahkan bahwa Atase Hukum telah memahami berbagai layanan Ditjen AHU, termasuk pemberian grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, serta bantuan hukum timbal balik dan ekstradisi.




















