
JAKARTA - Kebijakan Presiden AS Donald Trump menurunkan tarif impor menjadi 19 persen berpotensi mengurangi pengaruh Quick Response Indonesian Standard (QRIS) sebagai sistem pembayaran digital nasional. Ekonom Indef Tauhid Ahmad menyatakan langkah ini akan memperluas penggunaan jaringan pembayaran global seperti Visa dan Mastercard oleh pelaku usaha AS, yang mungkin berdampak pada eksistensi QRIS dalam transaksi internasional.
"Pelaku bisnis AS mungkin akan lebih memilih Visa/Mastercard ketimbang QRIS sebagai konsekuensi penurunan tarif ini," jelas Tauhid pada Kamis (17/7). Kekhawatiran ini sejalan dengan laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 AS yang menyoroti kebijakan Bank Indonesia (BI) tentang QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai hambatan perdagangan digital. Laporan tersebut mengkritik pembatasan ekuitas asing sebesar 20 persen di perusahaan switching GPN serta larangan transaksi lintas batas untuk kartu debit/kredit ritel domestik.
Bank Indonesia sebelumnya telah menetapkan QRIS sebagai standar nasional pembayaran QR melalui Peraturan BI No.21/2019, sementara GPN diatur dalam Peraturan BI No.19/2017 yang mewajibkan semua transaksi domestik diproses melalui switching lokal. AS juga mengkritik pembatasan kepemilikan asing di sektor perbankan dan perusahaan pelaporan kredit meskipun OJK telah melonggarkan aturan kepemilikan bank asing menjadi 99 persen.
Kebijakan finansial Indonesia ini sempat menjadi pertimbangan pengenaan tarif Trump 32 persen sebelum akhirnya dipotong menjadi 19 persen. Para analis memprediksi tekanan AS terhadap QRIS akan terus meningkat seiring dengan implementasi kesepakatan tarif baru ini, yang berpotensi menggeser sistem pembayaran lokal oleh dominasi jaringan global.