
JAKARTA - Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council Arsjad Rasjid menyoroti fenomena tenaga kerja Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri sebagai indikator masalah ketenagakerjaan dalam negeri. Menurutnya, keputusan mereka bukan karena tidak cinta tanah air, melainkan karena terbatasnya lapangan kerja dan upah yang lebih kompetitif di luar negeri.
"Upah di luar negeri 5-8 kali lebih tinggi, dengan jalur karir jelas dan jaminan sosial lebih baik. Ini fakta yang harus kita akui," ujar Arsjad dalam acara Paramadia: Meet The Leaders 4, Sabtu (19/7). Ia menegaskan bahwa pekerja migran sebenarnya ingin bekerja di Indonesia jika kesempatan dan pendapatan memadai.
Data BPS per Februari 2025 menunjukkan pengangguran mencapai 7,28 juta orang, meningkat 83.450 orang dari tahun sebelumnya. Arsjad melihat pekerja migran justru membantu meredam tekanan ketenagakerjaan sementara, sekaligus berkontribusi pada ekonomi melalui remitansi. Namun, ia memperingatkan risiko gejolak sosial jika lapangan kerja dalam negeri tidak segera diperbaiki.
Solusi yang ditawarkan Arsjad mencakup tiga pendekatan utama: "grow people, gear up industry, and go green". Pertama, pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan industri. Kedua, penguatan industri manufaktur sebagai tulang punggung ekonomi. Ketiga, transisi energi berkelanjutan untuk mengantisipasi perubahan iklim.
"Industrialisasi adalah kunci menjadi negara maju. Sementara itu, kita harus membangun talenta yang tidak hanya mencari kerja, tapi mampu menciptakan lapangan kerja baru," tegas Arsjad. Ia menekankan pentingnya langkah komprehensif ini untuk mengoptimalkan bonus demografi sekaligus mencegah potensi krisis sosial.