
JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyuarakan keprihatinan serius atas dampak pengetatan pasokan Gas Bumi Tertentu (HGBT) terhadap industri nasional. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan setidaknya 134.794 pekerja di tujuh sektor industri kunci terancam kehilangan pekerjaan jika kebijakan pembatasan pasokan gas hingga 48% kebutuhan tetap diberlakukan.
Sektor-sektor yang paling terdampak meliputi industri keramik (43.058 pekerja), baja (31.434 pekerja), petrokimia (23.006 pekerja), oleokimia (12.288 pekerja), kaca (12.928 pekerja), pupuk (10.420 pekerja), dan sarung tangan karet (1.660 pekerja). "Ini adalah alarm serius yang harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap kebijakan terkait pasokan gas industri," tegas Febri dalam keterangan pers, Jumat (15/8/2025).
Kemenperin menerima banyak keluhan dari pelaku industri yang menghadapi kenaikan biaya produksi akibat tarif tambahan (surcharge) gas sebesar 16,77 dollar AS per MMBTU dari PT PGN. Kondisi ini telah menyebabkan penurunan utilisasi pabrik, seperti pada industri keramik yang hanya mencapai 70-71% kapasitas di semester I 2025.
Febri menegaskan bahwa kebijakan HGBT seharusnya mengacu pada keputusan presiden yang menetapkan harga tetap 6,5 dollar AS per MMBTU tanpa pembatasan pasokan. "Tidak seharusnya ada pihak yang melakukan subordinasi terhadap perintah presiden ini," tegasnya.
Ketersediaan gas industri saat ini hanya memenuhi sekitar 1.600 MMSCFD dari total kebutuhan 2.700 MMSCFD, dengan 50% dialokasikan untuk BUMN. Kemenperin mendesak koordinasi lintas kementerian untuk memastikan distribusi gas yang adil, mengingat industri manufaktur merupakan tulang punggung perekonomian nasional yang menyumbang PDB nonmigas terbesar dan menyerap jutaan tenaga kerja.
"Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya PHK massal yang mengancam, tetapi juga program strategis pemerintah seperti swasembada pangan yang bergantung pada pasokan pupuk dalam negeri," pungkas Febri.