Perubahan di dalam
kabinet selalu menjadi sorotan publik, terutama saat menteri yang menjabat di
sektor vital seperti pendidikan digantikan.
Tak sebatas mengganti
menteri, sejak Senin, (21/10) Presiden Prabowo Subianto resmi memberlakukan reorganisasi pada
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Kementerian yang
sebelumnya hanya dikepalai oleh Nadiem Makarim seorang itu kini telah dipecah
menjadi tiga entitas baru, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
(Kemendikdasmen) yang dipimpin oleh Abdul Mu'ti, Kementerian Pendidikan Tinggi,
Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang dipimpin oleh Satryo Soemantri
Brodjonegoro, serta Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) yang dipimpin oleh Fadli
Zon.
Nadiem Makarim selama 5
tahun memimpin Kemendikburistek telah mencetuskan berbagai program inovatif.
Salah satu warisan
terbesar Nadiem adalah Kurikulum Merdeka, yang bertujuan memberikan
fleksibilitas dalam pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia.
Dengan penunjukan Abdul
Mu’ti sebagai Menteri Kemendikdasmen, banyak pihak bertanya-tanya, apakah
Kurikulum Merdeka akan diganti? Simak informasi lengkapnya di bawah ini!
Profil Abdul Mu’ti
Abdul Mu’ti bukanlah nama
asing di dunia pendidikan Indonesia.
Ia dikenal sebagai
seorang akademisi yang memiliki banyak pengalaman di bidang pendidikan dan
sosial.
Tak kalah dengan Nadiem
Makarim, Abdul Mu’ti juga memiliki latar belakang yang menjanjikan.
Setelah meraih gelar
sarjana dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1991, Abdul
Mu’ti melanjutkan studi S2 di Flinders University, Australia dan berhasil
meraih gelar Master of Education pada tahun 1997.
Tidak puas sampai di
situ, Abdul Mu’ti juga memperdalam pemahaman tentang tata kelola dan syariah
melalui program singkat di University of Birmingham. Puncaknya, Abdul Mu’ti
berhasil meraih gelar Doktor dari Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tahun 2008.
Sejak tahun 2022, Abdul
Mu’ti menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Abdul Mu’ti memiliki
reputasi sebagai pemimpin yang tenang, bijaksana, dan sangat memperhatikan
reformasi pendidikan berbasis moral dan etika.
Dengan kepemimpinannya saat
ini, ada harapan bahwa pendidikan di Indonesia akan terus bergerak ke arah yang
lebih baik.
Apakah Abdul Mu’ti Akan
Mengganti Kurikulum Merdeka?
Pertanyaan besar yang
muncul seiring dengan pelantikan Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan adalah
apakah Kurikulum Merdeka akan dilanjutkan atau justru dirombak.
Kurikulum Merdeka
merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan Indonesia yang diinisiasi
oleh Nadiem Makarim.
Kurikulum ini dirancang
untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi pelajar untuk mengembangkan potensi
diri secara optimal.
Dengan fokus pada
pengembangan karakter, kemampuan berpikir kritis, dan keterampilan abad ke-21,
Kurikulum Merdeka diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas
secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi yang relevan dengan tuntutan
zaman.
Maka dari itu, Nadiem
Makarim berharap Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan yang baru bersedia
meneruskan Kurikulum ini pada masa jabatannya.
Harapan tersebut
disampaikan Nadiem menjelang purnatugas pada Jumat, (18/10) di Istana
Kepresidenan Jakarta.
“Selamat dari saya dan
kalau bisa melanjutkan Merdeka Belajar, dan pasti sukses menteri berikutnya,"
kata Nadiem Makarim ketika ditanyai tentang kabinet baru.
Merespon permintaan
tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berkata akan segera
mengkaji keberlanjutan Kurikulum Merdeka.
“Kami juga harus
mengkaji ya ini kan masih baru, kurikulum ini kan masih baru,” Ungkap Abdul
Mu'ti usai acara serah terima jabatan di Kantor Kemendikbudristek, Senin, (21/10).
Meskipun Kurikulum
Merdeka telah resmi menjadi kurikulum nasional, implementasinya masih
menghadapi sejumlah kendala.
Tidak semua satuan
pendidikan mampu melaksanakannya secara optimal. Selain itu, kurikulum ini juga
masih menjadi pro kontra masyarakat hingga kini.
Oleh karena itu, Abdul
Mu’ti berkomitmen untuk melakukan kajian ulang yang melibatkan berbagai pihak,
mulai dari internal kementerian, masyarakat, hingga para pengamat pendidikan.
Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengakomodasi berbagai aspirasi dan masukan sehingga Pendidikan di
Indonesia dapat memiliki kurikulum terbaik.
”Jadi kita lihat lah,
kita tidak akan buru-buru mengambil kebijakan,” pungkas Abdul Mu'ti.