
JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat prevalensi stunting nasional turun dari 21,5% pada 2023 menjadi 19,8% pada 2024, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang diumumkan Senin (26/5) di Jakarta. Penurunan ini melampaui target tahunan sebesar 20,1%, dan menjadi langkah penting menuju target 14,2% pada 2029 sesuai RPJMN.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya menjaga momentum penurunan ini. Ia menyebutkan bahwa target 14,2% dalam lima tahun ke depan membutuhkan kerja keras seluruh pemangku kepentingan. “Kita harus menurunkan sekitar 7,3% dalam lima tahun. Ini tantangan besar, tapi masih realistis,” ujarnya dalam sambutan.
Budi juga menekankan pentingnya fokus pada enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, NTT, dan Banten, yang menyumbang 50% dari total kasus stunting nasional. “Kalau enam provinsi ini bisa turun 10%, maka nasional bisa ikut turun 4–5%,” jelasnya.
Menurutnya, intervensi sejak masa kehamilan menjadi kunci utama, melalui pemberian tablet tambah darah, pengukuran hemoglobin, distribusi mikronutrien, dan penguatan Posyandu. Selain itu, peningkatan mutu data melalui 300.000 alat antropometri juga terus dilakukan.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Prof. Asnawi Abdullah, menyatakan bahwa survei ini berhasil mencegah risiko stunting pada sekitar 337.000 balita—melampaui target RPJMN sebesar 325.000. “Data ini menjadi dasar penting untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran,” ujarnya.
Namun, Prof. Asnawi mengingatkan bahwa terdapat ketimpangan prevalensi antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi. Pada kelompok berpendapatan sangat rendah, angka stunting jauh lebih tinggi dibanding kelompok berpendapatan tinggi.
SSGI 2024 dilaksanakan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, didukung oleh berbagai mitra nasional dan internasional seperti WHO, SEAMEO RECFON, dan Prospera. Seluruh hasil survei telah dikompilasi dan tersedia untuk publik melalui laman resmi BKPK.
“Harapan kami, data ini dimanfaatkan untuk perencanaan, evaluasi, dan penajaman program intervensi stunting di seluruh daerah,” pungkas Prof. Asnawi.