
Jakarta – Geliat ekonomi kurban tahun ini menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Berdasarkan kajian Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), nilai ekonomi kurban pada Idul Adha 2025 diproyeksikan hanya mencapai Rp27,1 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp28,3 triliun. Yang lebih mengejutkan, angka ini bahkan lebih rendah dibandingkan masa pandemi Covid-19, di mana nilai ekonomi kurban sempat mencapai Rp28 triliun pada 2021 dan 2022.
Penurunan ini tidak lepas dari menurunnya jumlah pekurban di Indonesia. Data IDEAS menunjukkan, pada 2024 terdapat sekitar 2,16 juta pekurban, sedangkan tahun ini jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 1,92 juta pekurban. Artinya, terjadi penurunan sekitar 233 ribu pekurban dalam satu tahun terakhir.
"Ini menunjukkan adanya kontraksi daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke atas yang biasanya menjadi penyumbang terbesar dalam aktivitas kurban," jelas Tira Mutiara, peneliti IDEAS, dalam keterangan resminya, Selasa (27/5).
Dari total 1,92 juta rumah tangga muslim yang berpotensi menjadi pekurban tahun ini, kebutuhan hewan kurban didominasi oleh domba dan kambing (doka) sebanyak 1,1 juta ekor, sedangkan sapi sekitar 503 ribu ekor.
Meski demikian, angka ini tetap lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang menjadi catatan penting, penurunan ini terjadi bukan karena berkurangnya minat masyarakat untuk berkurban, melainkan karena lesunya ekonomi yang membuat daya beli masyarakat menurun.
Tira Mutiara menambahkan, situasi tahun ini berbeda dengan masa pandemi Covid-19. Jika pada masa pandemi penurunan ekonomi terjadi secara global namun masih tertolong oleh stimulus pemerintah dan stabilnya sektor keuangan, tahun ini justru terjadi ketidakpastian ekonomi yang lebih dalam.
"Kelas menengah dan atas, yang biasanya menjadi tulang punggung ekonomi kurban, kini banyak yang terimbas lesunya perekonomian. Sayangnya, tidak ada kebijakan yang cukup memadai untuk melindungi daya beli mereka," ujarnya.
Kondisi ini tentu berdampak langsung pada peternak hewan kurban. Biasanya, masa Idul Adha menjadi momen penting bagi peternak untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Namun, tahun ini permintaan yang menurun membuat harga hewan kurban cenderung stagnan atau bahkan turun di beberapa daerah. Beberapa peternak mengaku harus menurunkan harga jual agar bisa menarik minat pembeli.
Di sisi lain, fenomena ini juga memengaruhi rantai pasok hewan kurban. Pedagang yang biasanya memborong hewan kurban dalam jumlah besar kini lebih berhati-hati dalam mengambil stok, khawatir tidak laku terjual. Akibatnya, perputaran ekonomi di sektor peternakan dan perdagangan hewan kurban menjadi tidak sevibrant tahun-tahun sebelumnya.
Meski demikian, beberapa pihak tetap optimistis bahwa semangat berkurban masyarakat tidak akan padam. Beberapa lembaga amil zakat dan organisasi sosial bahkan telah menyiapkan program kurban kolektif untuk memudahkan masyarakat yang ingin berkurban dengan budget terbatas.
"Kami berharap, dengan adanya program kurban patungan, semakin banyak masyarakat yang tetap bisa berpartisipasi meski dengan kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik," kata perwakilan salah satu lembaga zakat di Jakarta.