
JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan melakukan impor bahan bakar minyak (BBM) tambahan untuk memenuhi kebutuhan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, termasuk Shell, BP AKR, dan Vivo. Langkah ini diambil sebagai solusi mengatasi kelangkaan pasokan BBM non-subsidi yang terjadi belakangan ini.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyatakan bahwa impor akan berasal dari berbagai sumber dan ditargetkan dapat memulihkan pasokan dalam waktu satu minggu ke depan. “Kita usahakan dalam satu minggu ke depan ini sudah terpenuhi dan SPBU swasta sudah bisa berjalan normal,” ujar Simon, Sabtu (20/9/2025).
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara pemerintah, Pertamina, dan operator SPBU swasta dalam rapat di Kementerian ESDM pada Jumat (19/9/2025). Kesepakatan tersebut mencakup empat poin utama:
1. SPBU swasta akan membeli *base fuel* (bahan bakar murni) dari Pertamina dan melakukan pencampuran aditif secara mandiri.
2. Kualitas BBM akan dijaga melalui survei independen.
3. Harga ditetapkan secara adil dan transparan dengan sistem *open book*.
4. Teknis pasokan akan segera dibahas dengan target distribusi paling lambat tujuh hari.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa impor baru diperlukan karena stok BBM Pertamina saat ini sudah dalam bentuk tercampur aditif, sementara SPBU swasta membutuhkan *base fuel*. “Dipastikan (mengimpor baru) karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” jelas Bahlil.
Volume impor yang tepat masih menunggu laporan resmi dari masing-masing perusahaan swasta. Namun, Pertamina Patra Niaga disebut masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34 persen atau sekitar 7,52 juta kiloliter hingga akhir 2025. Kuota ini dinilai cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta yang diperkirakan sebesar 571.748 kiloliter.
Dengan langkah ini, diharapkan krisis pasokan BBM non-subsidi di SPBU swasta dapat segera teratasi dan operasional mereka kembali normal.