
JAKARTA – Pemerintah berencana mengubah sistem pembagian kuota haji reguler yang selama ini dinilai tidak adil. Antrean panjang yang timpang antarwilayah menjadi alasan utama, di mana calon jemaah di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, harus menunggu hingga 47 tahun, sementara di Kayong Utara, Kalimantan Barat, masa tunggunya hanya 15 tahun.
Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pola lama pembagian kuota tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kuota yang diterima Indonesia dari Arab Saudi berbentuk satu paket, namun saat didistribusikan ke provinsi, kabupaten, dan kota, terjadi ketimpangan yang mencolok.
“Dengan aturan baru, rata-rata antreannya nanti sekitar 25 sampai 26 tahun,” jelas Dahnil di Tangerang, Senin (29/9). Ia mengakui kebijakan ini berpotensi menuai pro dan kontra, sebab daerah dengan antrean lebih pendek akan kehilangan sebagian jatah, sedangkan wilayah dengan antrean puluhan tahun mendapat tambahan kuota.
Menurut Dahnil, perubahan ini lebih adil karena juga terkait nilai manfaat dari dana haji. Selama ini, daerah dengan antrean super panjang justru tidak memperoleh porsi imbal hasil yang layak. Padahal secara logika, semakin lama masa tunggu, semakin besar nilai manfaat yang seharusnya diterima.
Rencana pengaturan ulang antrean ini akan segera dibahas bersama Komisi VIII DPR RI. “Kami akan rapat bersama DPR besok, sekaligus membahas persiapan haji 2026,” ujar Dahnil. Pemerintah berharap kebijakan baru ini dapat menciptakan pemerataan sekaligus memberikan kepastian lebih adil bagi seluruh calon jemaah haji di Indonesia.
Dengan reformasi sistem antrean ini, pemerintah berupaya menjawab keresahan masyarakat atas ketidakadilan distribusi kuota. Langkah tersebut juga diharapkan mampu memperbaiki tata kelola penyelenggaraan haji reguler secara lebih transparan, berkeadilan, dan sesuai aturan yang be
rlaku.