
JAKARTA – Pemerintah terus mengusut dugaan kecurangan dalam peredaran beras di pasaran setelah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap potensi kerugian masyarakat hingga Rp99 triliun akibat pelabelan dan mutu beras yang tidak sesuai. Satgas Pangan Polri langsung menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil tujuh perusahaan besar produsen beras.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sekaligus Wakasatgas Pangan, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho, menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap 212 merek beras di 10 provinsi, ditemukan banyak pelanggaran, termasuk mutu dan berat tidak sesuai serta dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi).
“Kami sudah memanggil 7 perusahaan besar, dan 5 di antaranya telah menjalani pemeriksaan,” kata Zain saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kemendagri, Senin (14/7/2025).
Langkah Satgas Pangan yakni menginstruksikan pengecekan dan pendataan langsung ke pelaku usaha di pasar tradisional dan ritel modern. Dan juga melakukan pengambilan sampel beras dari gudang dan pengecer untuk diuji ulang di laboratorium Kementan. Pemeriksaan terhadap perusahaan yang memproduksi beras medium dan premium bermasalah juga dilakukan.
Meski proses hukum berjalan, Satgas Pangan menegaskan pentingnya kehati-hatian agar tidak mengganggu distribusi beras dan mencegah terjadinya kelangkaan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran menyebut pengoplosan dan pelabelan beras palsu menyebabkan kerugian hampir Rp100 triliun per tahun. “Seperti emas ditulis 24 karat, padahal hanya 18 karat. Ini jelas merugikan rakyat,” ujarnya.
Amran menekankan bahwa penegakan hukum di sektor pangan penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan kesejahteraan petani. Ia menegaskan bahwa arahan Presiden adalah memberantas mafia dan korupsi pangan hingga tuntas.