
JAMBI – Ribuan warga di Kota Jambi terpaksa begadang untuk menampung air bersih selama sepekan terakhir akibat gangguan pasokan dari PDAM Tirta Mayang. Musim kemarau yang menyebabkan debit air Sungai Batanghari menurun drastis menjadi penyebab utama gangguan ini.
Dalam kondisi normal, air bersih dari PDAM mengalir ke rumah-rumah warga di pagi hingga sore hari. Namun sejak seminggu terakhir, aliran air hanya tersedia saat malam hari dan kembali berhenti keesokan siangnya. Warga pun terpaksa menyiasati keadaan dengan menampung air di malam hari untuk kebutuhan sehari-hari.
“Setiap siang sampai sore air mati, malam baru hidup. Sudah seminggu begini,” kata Marjudin, warga Kelurahan Tanjung Johor, Jumat (11/7).
Situasi serupa juga dialami Agustri, warga Kelurahan Pal Lima. Ia mengaku harus menunda tidur demi mengisi bak penampungan air yang baru bisa terisi setelah aliran kembali normal di malam hari.
“Kita harus menampung air di malam hari. Saat kran dibuka pertama kali, air kecil sekali, beberapa jam baru lancar,” jelasnya.
Direktur PDAM Tirta Mayang, Dwike Riantara, menyebut bahwa penurunan debit Sungai Batanghari berdampak langsung pada operasional tiga intake utama, yaitu:
-
Intake Tanjung Johor, berhenti operasi selama 8 jam per hari, berdampak pada 1.200 sambungan rumah.
-
Intake Sejinjang, alami penurunan kapasitas hingga 50 persen, memengaruhi 6.500 pelanggan.
-
Intake Broni 2, alami penurunan debit sebesar 15 persen, berdampak pada 5.100 sambungan rumah.
PDAM telah melakukan sejumlah penanganan darurat, seperti memindahkan titik sadap ke area sungai yang lebih dalam, melakukan pengerukan lumpur, serta menambah pompa pada intake terdampak.
“Kondisi saat ini mulai membaik, tapi kami tetap mengimbau warga agar bijak menggunakan air selama kemarau,” kata Dwike.
Sebagai bentuk layanan darurat, PDAM menyediakan distribusi air bersih gratis melalui mobil tangki ke wilayah terdampak. Warga bisa mengajukan permintaan melalui WhatsApp ke 0821-2121-9692.
Sementara itu, BMKG Jambi memperkirakan puncak musim kemarau terjadi sepanjang Juli–Agustus, dengan hujan baru diperkirakan turun mulai September. Selama periode ini, kolaborasi antara masyarakat dan penyedia layanan air bersih menjadi kunci untuk mengatasi krisis air bersih di wilayah Jambi.