
NEGERI SEMBILAN – Indonesia bersama negara-negara anggota MABIMS (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) menetapkan 1 Safar 1447 H jatuh pada Sabtu, 26 Juli 2025. Penetapan dilakukan berdasarkan hasil rukyatulhilal yang digelar serentak, Jumat (25/7/2025), sebagai bentuk penguatan kerja sama regional di bidang ilmu falak dan sistem hisab-rukyat modern.
Salah satu titik utama pengamatan hilal berlangsung di Teluk Kemang Observatory, Negeri Sembilan, Malaysia, yang dihadiri langsung oleh delegasi Indonesia dipimpin Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama, Arsad Hidayat. Di tingkat nasional, hilal terpantau jelas di tiga titik: Balai Rukyat Ibnu Syatir Ponorogo, Observatorium Bosscha Lembang, dan Pos Observasi Bulan Tgk Chiek Kuta Karang Aceh Besar.
“Keberhasilan pengamatan hilal ini menunjukkan kesiapan teknis dan kapasitas SDM falak Indonesia yang terus meningkat,” ujar Arsad Hidayat.
Ia menambahkan, rukyat bersama MABIMS bukan hanya seremonial, tapi menjadi ajang pertukaran pengetahuan dan penyamaan metode antarnegara. Kolaborasi ini dinilai penting dalam menyusun kalender hijriah regional yang harmonis.
Pengamatan hilal kali ini menggunakan peralatan modern seperti teleskop digital beresolusi tinggi, kamera CCD, dan perangkat lunak analisis citra. “Teknologi ini mendukung visibilitas tanpa menggantikan peran mata manusia,” jelas Arsad.
Ia juga menyoroti integrasi ilmu falak dengan fikih kontemporer sebagai fondasi penetapan hilal. Menurutnya, penentuan hilal tidak sekadar teknis, tapi juga bagian dari maqashid syariah yang menjamin kesahihan ibadah.
Rukyat bersama juga dinilai sebagai simbol ukhuwah dan kontribusi Indonesia dalam wacana kalender hijriah global. “Data dari Indonesia bisa menjadi rujukan internasional karena hasilnya valid dan berbasis ilmiah,” jelasnya.
Arsad menegaskan pentingnya kolaborasi lintas elemen, termasuk akademisi, ormas keagamaan, dan komunitas astronomi, dalam memperkuat sistem rukyat di Indonesia. Ia juga menyebut MABIMS tengah menguji kriteria baru imkan rukyat berbasis data ilmiah.
“Kalender yang seragam meminimalisasi kebingungan umat. Rukyat bersama adalah bentuk nyata menjaga persatuan di tengah keberagaman,” pungkas Arsad.